
Pantau - Penurunan index dolar AS membuat nilai tukar rupiah menari kegirangan. Ini terbukti dengan penguatan rupiah terhadap dolar AS pada sesi pembukaan perdagangan hari ini.
Rupiah pada pembukaan perdagangan Kamis (22/6/2023) pagi menguat 47 poin atau 0,31 persen menjadi Rp14.905 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.952 per dolar AS.
"Penurunan (indeks dolar AS) tersebut dipicu testimoni Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve (Fed) Jerome Powell mengenai pertumbuhan dan inflasi yang tak sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar," ujar Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova ketika ditanya Antara, Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Salah satu isu yang menjadi perhatian pelaku pasar adalah gambaran ekonomi AS yang masih kuat dan inflasi yang berjalan terlalu tinggi. "Padahal, ekonomi AS mulai terdampak kebijakan suku bunga tinggi oleh The Fed," ucapnya.
Meninjau dari faktor domestik, penguatan rupiah dipengaruhi Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan menahan suku bunga acuan sesuai dengan ekspektasi pasar. BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan tetap di level 5,75 persen.
Faktor lainnya adalah tren penurunan yield alias imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia yang diperkirakan masih akan berlanjut
"Rata-rata penurunan yield obligasi pemerintah di kisaran 2-4 bps," ungkap Rully.
Sebelumnya, Powell menghadapi Anggota Parlemen AS dalam dua hari kesaksian, sejak Rabu (21/6) pada pukul 14.00 GMT hingga hari ini, dan akan ditanyai mengenai kepastian kenaikan suku bunga acuan pada bulan Juli dan puncak suku bunga yang diproyeksikan mencapai 5,5 persen-5,7 persen.
Pasar memiliki keraguan dan saat ini menyiratkan sekitar 78 persen kemungkinan kenaikan menjadi 5,25 persen hingga 5,5 persen pada bulan depan, dengan kemungkinan itu adalah akhir dari keseluruhan siklus pengetatan.
Lukman menyebutkan penguatan rupiah diiringi dengan penurunan pada imbal hasil obligasi tenor 10 tahun Indonesia yang mencerminkan permintaan investor pada surat berharga negara.
Rupiah pada pembukaan perdagangan Kamis (22/6/2023) pagi menguat 47 poin atau 0,31 persen menjadi Rp14.905 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.952 per dolar AS.
"Penurunan (indeks dolar AS) tersebut dipicu testimoni Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve (Fed) Jerome Powell mengenai pertumbuhan dan inflasi yang tak sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar," ujar Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova ketika ditanya Antara, Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Salah satu isu yang menjadi perhatian pelaku pasar adalah gambaran ekonomi AS yang masih kuat dan inflasi yang berjalan terlalu tinggi. "Padahal, ekonomi AS mulai terdampak kebijakan suku bunga tinggi oleh The Fed," ucapnya.
Meninjau dari faktor domestik, penguatan rupiah dipengaruhi Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan menahan suku bunga acuan sesuai dengan ekspektasi pasar. BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan tetap di level 5,75 persen.
Faktor lainnya adalah tren penurunan yield alias imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia yang diperkirakan masih akan berlanjut
"Rata-rata penurunan yield obligasi pemerintah di kisaran 2-4 bps," ungkap Rully.
Sebelumnya, Powell menghadapi Anggota Parlemen AS dalam dua hari kesaksian, sejak Rabu (21/6) pada pukul 14.00 GMT hingga hari ini, dan akan ditanyai mengenai kepastian kenaikan suku bunga acuan pada bulan Juli dan puncak suku bunga yang diproyeksikan mencapai 5,5 persen-5,7 persen.
Pasar memiliki keraguan dan saat ini menyiratkan sekitar 78 persen kemungkinan kenaikan menjadi 5,25 persen hingga 5,5 persen pada bulan depan, dengan kemungkinan itu adalah akhir dari keseluruhan siklus pengetatan.
Lukman menyebutkan penguatan rupiah diiringi dengan penurunan pada imbal hasil obligasi tenor 10 tahun Indonesia yang mencerminkan permintaan investor pada surat berharga negara.
- Penulis :
- Ahmad Munjin