Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Tips Menyusun Strategi Investasi di Tengah Dinamika Pasar Global

Oleh Martina Prianti
SHARE   :

Tips Menyusun Strategi Investasi di Tengah Dinamika Pasar Global

Pantau.com - Para pelaku pasar finansial global saat ini tengah meninjau kembali asumsi nilai harga acuan (repricing) terhadap sejumlah aset investasi yang berpotensi meningkatkan risiko ketidakpastian. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan investor?

Risiko repricing, mulai terlihat dari pergerakan imbal hasil obligasi Indonesia. Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Indonesia Composite Bond Index (ICBI) melemah 0,3 persen dalam sepekan terakhir. 

Hal tersebut disebabkan dari kenaikan imbal hasil (yield) surat utang Amerika Serikat bertenor 10 tahun yang terjadi sejak awal Februari lalu.

Mencermati dinamika kondisi ekonomi global yang mempengaruhi perekonomian Indonesia, PT Bahana TCW Investment Management merekomendasikan bagi para investor untuk memilih strategi investasi yang terstruktur.

Baca juga: Ini Tips Mujarab bagi Kaum Millennial agar Tak Kesulitan Finansial

Tujuannya tak lain, agar investor tetap memperoleh kestabilan imbal hasil atau return dalam berinvestasi. Kemudian terhindar dari risiko repricing yang terjadi di pasar saham dan obligasi (fixed income), serta memberikan perlindungan modal (capital protective).

President Direktur PT Bahana TCW Investment Management Edward Lubis menyarankan, investor selalu berpegang teguh pada “acuan untuk cuan”.

“Untuk mengurangi risiko repricing, investor bisa mengalihkan portofolio ke investasi atau reksa dana yang memberi yield tetap. Jika kondisi pasar sudah lebih stabil memperoleh kepastian dari rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat dari The Fed, maka investor bisa mengalihkan lagi portofolio ke pasar modal,” jelas Edward dalam keterangan tertulis yang diterima Pantau.com, Senin (5/3/2018).

Sementara itu, Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, kondisi ekonomi Amerika sebenarnya telah menunjukkan perbaikan sebelum kehadiran Donald Trump sebagai Presiden Amerika.

Baca juga: Wahai Generasi Milenial, Jangan Hanya Kejar Gaya Hidup Tapi Lupa Investasi

Ia melanjutkan, kebijakan Trump soal pemotongan pajak (tax cut) yang regresif, sehingga berpotensi memperburuk ketimpangan ekonomi di negeri Paman Sam.

Dengan pemotongan pajak, sumber penghasilan negara akan berkurang. Sementara negara juga memiliki rencana untuk pembangunan infrastruktur yang memakan biaya yang cukup besar. Oleh sebab itu, pemerintah Amerika diduga akan meminjam utang dalam jumlah besar.

Budi mengatakan pemulihan ekonomi di Amerika akan memicu risiko inflasi Amerika yang lebih tinggi dari 1,8 persen, menjadi 2,1 persen pada akhir tahun. 

"Hal ini (tingkat inflasi Amerika) akan mendorong kenaikan yield US Treasury yang menjadi acuan dari bond negara lainnya", jelas Budi.

Bahana melihat bahwa aksi repricing telah membuat kenaikan imbal hasil surat utang negara (SUN) Indonesia. Tapi, kondisi ini sebenarnya bisa dimanfaatkan investor untuk mulai mengatur ulang portofolio mereka. "Saat ini merupakan kesempatan bagi investor lokal untuk melirik yield yang naik ini dan melakukan rebalancing asset," saran Budi.

Baca juga: Wahai Millennial.. Perhatikan Hal Berikut Jika Punya Pekerjaan Sampingan

Adapun, potensi dari risiko repricing juga diproyeksi akan terjadi pada pasar modal Indonesia. Bahana TCW Investment Management berpandangan optimis bahwa kondisi pasar modal Indonesia akan tetap positif dalam menghadapi dinamika perubahan pasar global.

Alasannya, motor penggerak pasar modal Indonesia banyak. Dari sisi internal, Indonesia memiliki bonus demografi penduduk berusia muda dan urbanisasi. Sementara dari sisi eksternal, harga komoditas dari sektor energi, termasuk batubara dan pertambangan mineral lainnya mengalami pemulihan," ungkap Budi.

Tak hanya itu, berbagai sentimen internal yang mewarnai pada tahun ini akan menjadi nilai positif bagi pasar modal Indonesia. Misalnya, kondisi tahun politik yang diwarnai dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di banyak wilayah di Indonesia akan mendorong belanja konsumsi masyarakat.

Baca juga: Ini Saran Tokcer Bagi Millennial Berinvestasi di Pasar Saham

Hal tersebut, dinilai menjadi stimulus positif bagi beberapa sektor seperti sektor konsumsi dan media. Kemunculan bisnis digital seperti e-commerce, juga akan meningkatkan ekonomi usaha kecil dan menengah (UKM), sektor bank, dan telekomunikasi. Pembangunan infrastruktur pemerintah juga akan menambah nilai bagi sektor properti.

Pasar modal Indonesia dinilai akan lebih kuat dalam menghadapi dinamika ekonomi global. Adapun, potensial kenaikan pada kondisi obligasi Indonesia tak akan cukup besar, namun kenaikan yield obligasi bisa menjadi kesempatan bagi investor lokal sebagai penyeimbang aset.

Penulis :
Martina Prianti

Terpopuler