Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Tersandung Regulasi Fiskal, Hilirisasi Timah Dinilai DPR Belum Maksimal

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Tersandung Regulasi Fiskal, Hilirisasi Timah Dinilai DPR Belum Maksimal
Foto: Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Haryadi saat memimpin Kunjungan Komisi VII DPR RI di Bali, Kamis (7/3/2024). (DPR.go.id/Dipa)

Pantau – Regulasi fiskal dinilai menjadi batu sandungan bagi perkembangan hilirisasi timah. Padahal, program ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan memacu pertumbuhan ekspor.

Komisi VII DPR pun terus mendorong hilirisasi pertambangan, termasuk timah. “Hilirisasi ini merupakan program andalan pemerintah, namun belum berjalan maksimal dan belum bisa berkembang,” kata Bambang Haryadi, Wakil Ketua Komisi VII dalam Kunjungan Komisi VII DPR di Bali, Kamis (7/3/2024) sebagaimana keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Problemnya, kata dia, adalah regulasi fiskal yang sekaligus tidak mendukung hilirisasi itu sendiri. “Yang kita ketahui, barang-barang setengah jadi seperti Nickel Ingot, Nickel Pig Iron (NPI), masih dipungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 11 persen,” ungkap dia.

Hal itu, dinilainya, justru lebih mahal ketimbang mendapatkan produk dari luar negeri. “Jadi menurut saya, mungkin saja orang pajak bilang ‘itukan bisa restitusi?’ tapi bagi saya hal itu tidak menarik. Solusinya ya PPN 11 persen yang dihapus saja,” ungkap Bambang.

Lebih lanjut, Bambang Patijaya selaku Anggota Komisi VII DPR RI juga menjelaskan itu, di tengah persoalan manajerial dan internal yang menimpa PT Timah Tbk saat ini. 

Ia berharap adanya titik keseimbangan baru, sehingga perekonomian masyarakat bisa kembali normal dan juga tumbuh.

“Kami (Komisi VII DPR) berpesan bahwa persoalan yang sedang terjadi tidak berimplikasi terhadap kontribusi dan persoalan ekonomi masyarakat, seperti yang terjadi di Bangka Belitung. Kita lihat sejak proses penegakan hukum ini berjalan, justru ekonomi Bangka Belitung anjlok. Hal ini berkaitan dengan tidak adanya ekspor timah pada 2 bulan terakhir ini,” tegas dia.

Bambang kemudian menambahkan, daerah penghasil timah terbesar di Indonesia itu terancam kolaps. Melihat pemerintah terus memberikan kebijakan larangan ekspor timah. Pasalnya, timah sudah menjadi tulang punggung perekonomian di sana.

“Sejauh ini Kepulauan Bangka Belitung sudah melakukan hilirisasi timah menjadi tin ingot atau timah batangan. Makanya, jika larangan ekspor timah memang diberlakukan, maka hal tersebut sangatlah tidak tepat,” imbuhnya.

Penulis :
Ahmad Munjin
Editor :
Ahmad Munjin