Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Pemerintah Jangan Tutup Mata Terhadap Dampak Pelemahan Rupiah

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Pemerintah Jangan Tutup Mata Terhadap Dampak Pelemahan Rupiah
Foto: DPR ingatkan pemerintah tidak mengabaikan dampak pelemahan nilai tukar rupiah.

Pantau - Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah mengingatkan pemerintah untuk tidak mengabaikan dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap masyarakat. 

Said menyoroti kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, terlihat dari pelemahan rupiah dan berbagai indikator ekonomi lainnya.

"Situasi kita tidak mudah, dan harus menjadikan keadaan itu sebagai national bonding. Kesampingkan terlebih dahulu kepentingan sesaat di antara para elit," ujar Said dalam keterangannya, Rabu (19/6/2024).

Said menekankan, kondisi ekonomi yang memburuk akan berdampak langsung pada rakyat. Oleh karena itu, para pejabat terkait harus menyampaikan kondisi yang sebenarnya kepada masyarakat agar mereka bisa bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.

"Sampaikan keadaan seobyektif mungkin, agar rakyat sejak dini bisa bersiap menghadapi segala kemungkinan, dan bersatu padu," pintanya.

Said memaparkan data yang menunjukkan pelemahan rupiah. Secara year-to-date, nilai tukar rupiah berada di level 15.317-16.483 per USD, mengalami penurunan sebesar 5,25 persen dibandingkan tahun lalu. 

Ia mengatakan, pelemahan ini disebabkan oleh faktor eksternal dan internal, termasuk penarikan investor asing dari Surat Berharga Negara (SBN).

"Pada tahun 2019, porsi asing dalam SBN sebanyak 38,5 persen, setahun kemudian tinggal 25,1 persen, dan akhir Mei 2024 tersisa 14 persen. Perginya investor asing pada SBN mengakibatkan kepemilikan USD juga kian menurun," jelas Said.

Selain itu, Said mencatat bahwa perekonomian Amerika Serikat perlahan membaik sejak badai inflasi pada tahun 2022, membuat investor lebih memilih pasar AS. 

Hal ini menyebabkan berkurangnya devisa baru bagi Indonesia. Pada tahun lalu, defisit current account Indonesia mencapai 1,6 miliar USD, dan defisit perdagangan makanan pada tahun 2023 mencapai 5,3 miliar USD, angka tertinggi sepanjang sejarah republik.

"Jika disandingkan dengan sejumlah data lainnya seperti berlanjutnya keputusan sejumlah industri merumahkan karyawan, tingkat konsumsi rumah tangga pada tahun 2023 dan tahun berjalan 2024, tidak setinggi tahun 2022," tambah Said.

Penulis :
Aditya Andreas