Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Kritik Wacana Kenaikan Tarif KRL, Komisi V: Jadi Beban Baru bagi Para Pekerja

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Kritik Wacana Kenaikan Tarif KRL, Komisi V: Jadi Beban Baru bagi Para Pekerja
Foto: KRL Commuter Line Jabodetabek. (foto: ANTARA)

Pantau - Anggota Komisi V DPR RI, Toriq Hidayat mengkritik rencana kenaikan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) yang diusulkan pemerintah. 

Ia menilai kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat, khususnya bagi pekerja kelas menengah ke bawah yang sangat bergantung pada moda transportasi ini.

"Ini dikhawatirkan akan menjadi beban tambahan bagi masyarakat yang sudah mengalami kesulitan ekonomi. Kebijakan ini kurang tepat di tengah situasi ekonomi yang sulit," ujar Toriq di Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Menurutnya, pemerintah tampak mengabaikan kesejahteraan masyarakat dengan mengusulkan tarif KRL yang lebih tinggi. 

"Pengguna KRL harus menanggung biaya tambahan untuk transportasi, sementara layanan KRL sendiri belum memadai," tambahnya.

Toriq juga menyoroti masalah kepadatan di KRL, di mana penumpang masih menghadapi kondisi berdesak-desakan setiap hari. 

Ia berpendapat, sebelum menaikkan tarif, pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan kualitas layanan, seperti menambah jumlah gerbong dan memperbaiki infrastruktur.

"Penambahan fasilitas dan perbaikan infrastruktur harus menjadi prioritas utama. Kenaikan tarif sebaiknya dipertimbangkan setelah ada peningkatan kualitas pelayanan," katanya. 

Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat kelas menengah ke bawah akan paling merasakan dampak dari kebijakan ini.

Toriq mengkritik kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan mengenai tarif KRL, dan mendesak pemerintah untuk lebih peka terhadap aspirasi rakyat. 

"Harus ada keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Kenaikan tarif KRL harus mempertimbangkan daya beli masyarakat yang rentan," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengkaji kenaikan tarif KRL antara Rp1.000 hingga Rp2.000.

Penulis :
Aditya Andreas