Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Kebijakan Selektif PPN 12 Persen Dinilai Membingungkan

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Kebijakan Selektif PPN 12 Persen Dinilai Membingungkan
Foto: Pengunjung melihat produk sepatu di mal Grand Indonesia, Kamis (29/8/2024). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Pantau - Rencana pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen secara selektif dinilai berpotensi menimbulkan kebingungan.

Penilaian itu datang dari Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira seperti dikutip ANTARA di Jakarta, Jumat (6/12/2024).

Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen bakal tetap diterapkan pada 1 Januari 2025 sebagaimana pembahasan pemerintah dengan DPR pada Kamis (5/12/2024). 

Namun, pengenaannya bersifat selektif kepada komoditas tertentu, yang diutamakan menyasar kelompok barang mewah.

Sementara untuk barang dan jasa umum akan tetap menggunakan tarif 11 persen.

Baca juga: Pekan Depan, Pemerintah Umumkan PPN dan Insentif Tahun 2025

Multitarif PPN

Menurut Bhima, Indonesia belum pernah menerapkan pengenaan multitarif terhadap PPN.

"Indonesia mengenal PPN satu tarif, yang berarti perbedaan PPN 12 persen untuk barang mewah dan PPN 11 persen untuk barang lainnya merupakan yang pertama kali dalam sejarah," ungkap dia.

Karena itu, menurutnya, pengenaan multitarif ini berpotensi menimbulkan kebingungan banyak pihak, terutama bagi pelaku usaha dan konsumen.

Ia mencontohkan, bila satu toko ritel menjual objek pajak yang terkena tarif PPN dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM), maka penjual perlu menghitung tarif yang berbeda terhadap barang-barang yang dijual.

Ketika mengurus administrasi perpajakan pun, kemungkinannya, faktur pajak akan menjadi lebih kompleks.

Baca juga: PPN 12 Persen Berlaku, Target Penerimaan Pajak Konsumsi Digenjot Rp609 Triliun

Terbitkan Perpu!

"Hanya karena sudah injury time jelang pelaksanaan PPN 12 persen per Januari 2025, maka aturan dibuat mengambang. Seharusnya, kalau mau memperhatikan daya beli masyarakat, terbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menghapus Pasal 7 di UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) soal PPN 12 persen. Itu solusi paling baik," ujar dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/12/2024) mengatakan usulan penghitungan PPN agar tidak diterapkan dalam satu tarif agar nantinya barang-barang seperti kebutuhan pokok dikenakan pajak lebih sedikit daripada yang saat ini ditetapkan.

Dia merinci hasil pertemuan DPR dengan pemerintah memutuskan kebutuhan pokok dan pelayanan publik seperti jasa kesehatan, jasa perbankan dan jasa pendidikan dipastikan tidak diberikan pajak 12 persen dan dikenakan pajak yang saat ini sudah berjalan yaitu 11 persen.

PPN 12 Persen Tak Berlaku untuk Komoditas Pokok

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun menegaskan pemerintah tidak akan mengenakan PPN sama sekali untuk komoditas bahan pokok dan penting, seperti fasilitas transportasi publik, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan.

Baca juga: Anak Buah Sri Mulyani Pastikan PPN 12 Persen Berlaku 2025

Ketentuan barang yang bebas PPN itu tercantum juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2022 tentang PPN Dibebaskan dan PPN atau PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.

Menurut Airlangga, pemerintah tengah menyiapkan paket kebijakan ekonomi yang di dalamnya membahas soal PPN dan ditargetkan bisa rampung dalam waktu satu pekan ke depan.

Penulis :
Ahmad Munjin