HOME  ⁄  Ekonomi

OJK Cabut Izin Usaha 20 BPR Selama 2024 Lantaran Tak Kunjung Sehat

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

OJK Cabut Izin Usaha 20 BPR Selama 2024 Lantaran Tak Kunjung Sehat
Foto: Ilustrasi - Petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beraktivitas di ruang layanan Konsumen, Kantor OJK, Jakarta. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Pantau – Lantaran tak kunjung sehat lebih dari setahun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha sebanyak 20 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah sepanjang 2024. Itu dilakukan untuk menjaga dan memperkuat industri BPR/BPRS serta melindungi kepentingan konsumen.

Pencabutan terjadi menyusul para pemegang saham dan pengurus BPR/S tidak mampu melakukan upaya penyehatan.

OJK pada saat ini terikat UU P2SK, di mana status BDP (bank dalam penyehatan) tidak boleh melampaui satu tahun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan itu di Jakarta, Selasa (24/12/2024).

Baca juga: OJK Dukung Peran Strategis Ibu sebagai Menteri Keuangan Keluarga

Dian mengatakan pencabutan izin usaha (CIU) pada bank perekonomian rakyat (BPR) dan bank perekonomian rakyat syariah (BPRS) tersebut tidak serta merta dilakukan.

Dalam hal ini, pengawas senantiasa memantau realisasi rencana tindak penyehatan yang dilakukan oleh BPR/S dan pemegang saham pengendali (PSP).

Upaya korektif seperti penambahan setoran modal, aksi korporasi hingga konsolidasi merupakan beberapa upaya penyehatan yang dilakukan selama masa BPR ditetapkan pada status dalam penyehatan.

"Realisasi dari rencana tindak BPR/S dan PSP ini yang berpengaruh terhadap penetapan BPR/S dalam Penyehatan dapat kembali normal atau menjadi BPR/S dalam resolusi," kata Dian.

Baca juga: Terbawa-bawa Kasus CSR BI, OJK Hormati Proses Penegakan Hukum KPK

Saat ini, menurut OJK, hampir seluruh BPR/S di Indonesia tercatat dengan status pengawasan normal.

Fokus pengawasan yang dilakukan OJK terhadap BPR/S bertujuan untuk mewujudkan industri BPR dan BPRS yang berintegritas dan terpercaya, tangguh, berdaya saing, dan memberikan kontribusi nyata terutama pada daerah atau wilayahnya.

Meski begitu, Dian mengatakan bahwa permasalahan serta kondisi BPR/S yang berada dalam pengawasan normal namun mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya perlu untuk dideteksi sejak awal.

Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pengembangan dan penguatan sektor perbankan, khususnya BPR dan BPR Syariah, yang sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang makin kompleks dan beragam.

Baca juga: OJK Sebut Ada 11.350 Aduan Penagihan Debt Collector

Hingga 17 Desember 2024, tercatat sebanyak 20 BPR/S yang dicabut izin usahanya, yakni PT BPR Arfak Indonesia, PT BPR Kencana, PT BPR Pakan Rabaa Solok Selatan, PT BPR Duta Niaga, PT BPRS Kota Juang Perseroda, PT BPR Nature Primadana Capital, PT BPR Sumber Artha Waru Agung, PT BPR Lubuk Raya Mandiri, PT BPR Bank Jepara Artha, dan PT BPR Dananta.

Kemudian, PT BPRS Saka Dana Mulia, PT BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Madani Karya Mulia, PT BPRS Mojo Artho, serta Koperasi BPR Wijaya Kusuma.

Adapun hingga September 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menangani 15 BPR yang bangkrut hingga dicabut izin usahanya.

Total dana yang telah dicairkan untuk membayar simpanan nasabah dari 15 BPR ini mencapai Rp899,37 miliar, yang mencakup 108.288 rekening nasabah.

Dari hasil verifikasi, LPS telah menyatakan 99,23 persen atau 107.457 rekening dari 108.288 rekening sudah layak dibayar, dengan total simpanan yang layak dibayar sebesar Rp719,37 miliar.

Baca juga: OJK Minta Bank Blokir 10 Ribu Rekening Milik 3.240 Entitas Keuangan Ilegal

Penulis :
Ahmad Munjin

Terpopuler