
Pantau - Produksi padi di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada musim tanam 2025 hingga akhir Maret telah mencapai lebih dari 32.000 ton gabah kering panen.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bantul, Joko Waluyo, menyatakan bahwa panen padi di daerah tersebut telah mencakup lahan seluas 4.000 hektare dengan produktivitas rata-rata 8,05 ton per hektare.
"Panen padi untuk musim ini sudah di angka seluas 4.000 hektare, dengan produktivitas rata rata 8,05 ton per hektare, sehingga total produksinya sudah mencapai 32.000 ton gabah," katanya saat menghadiri panen raya di Bulak Sirat, Sidomulyo, Bantul, pada hari Senin.
Panen Meluas dan Ditopang Teknologi Pertanian
Panen raya telah berlangsung sejak Februari hingga Maret di beberapa kecamatan sentra produksi padi seperti Jetis, Bambanglipuro, dan wilayah lainnya.
Menurut Joko, hasil panen yang tinggi tidak lepas dari dukungan teknologi pertanian seperti alat mesin pertanian (alsintan) serta inovasi dalam budidaya yang mempercepat masa tanam dan meningkatkan hasil panen.
"Jadi produktivitas panen delapan ton per hektare itu rata rata se Kabupaten Bantul, bahkan di Canden Jetis kemarin dilaporkan oleh petani itu produktivitas panen mencapai sembilan ton per hektare," ujarnya.
Ia memperkirakan bahwa angka produksi akan terus meningkat karena bulan Maret hingga April merupakan puncak musim panen di wilayah Bantul.
Harga Gabah dan Pilihan Penjualan Petani
Gabah hasil panen petani langsung diserap oleh Perum Bulog dengan harga Rp6.500 per kilogram, sesuai harapan Bupati Bantul agar petani memperoleh keuntungan yang layak.
"Hasil panenan petani ini langsung dibeli dan diserap langsung oleh Bulog dengan harga sebesar Rp6.500 per kilogram gabah, karena harapan Bupati Bantul biar petani menerima uang Rp6.500 per kilogram biat untung, karena kalau lewat kemitraan di bawah Rp6.500 per hektare," kata Joko.
Namun demikian, sebagian petani tetap memilih menjual gabahnya melalui kemitraan atau ke pasar bebas yang menawarkan harga lebih tinggi dari Bulog.
"Jadi Bulog itu bukan satu satunya yang menyerap gabah, kalau misalnya petani bisa menjual lebih tinggi dari pada Bulog itu lebih baik, bisa langsung dijual ke pasar atau perorangan itu jauh lebih baik," tambahnya.
- Penulis :
- Pantau Community