Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Defisit APBN Tembus Rp 104,2 Triliun, Sri Mulyani: Penarikan Utang Bukan Karena Krisis

Oleh Pantau Community
SHARE   :

Defisit APBN Tembus Rp 104,2 Triliun, Sri Mulyani: Penarikan Utang Bukan Karena Krisis
Foto: Defisit APBN RI per Maret 2025 capai Rp 104,2 triliun, pemerintah tarik utang lebih awal untuk antisipasi ketidakpastian global.

Pantau - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Maret 2025 mencapai Rp 104,2 triliun atau setara dengan 0,43% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Meski demikian, angka ini masih jauh di bawah batas maksimum defisit yang ditetapkan dalam Undang-undang APBN 2025, yakni sebesar 2,53% dari PDB atau Rp 616,2 triliun.

Pendapatan dan Belanja Negara Masih Sesuai Target Kuartalan

Hingga Maret 2025, pendapatan negara tercatat sebesar Rp 516 triliun atau 17,2% dari target tahunan sebesar Rp 3.005 triliun.

Sementara itu, belanja negara mencapai Rp 620,3 triliun atau 17,1% dari target Rp 3.621,3 triliun.

Pendapatan negara terdiri dari:

  • Penerimaan perpajakan: Rp 400,1 triliun (16,1% dari target Rp 2.490,9 triliun)
  • Pajak: Rp 322,6 triliun (14,7% dari target Rp 2.189,3 triliun)
  • Kepabeanan dan cukai: Rp 77,5 triliun (25,7% dari target Rp 301,6 triliun)
  • Penerimaan negara bukan pajak (PNBP): Rp 115,9 triliun (22,6% dari target)

Belanja negara terdiri dari:

  • Belanja pemerintah pusat: Rp 413,2 triliun (15,3% dari target Rp 2.701,4 triliun)
  • Transfer ke daerah: Rp 207,1 triliun (22,5% dari target Rp 919,9 triliun)

Penarikan Utang Lebih Awal untuk Hadapi Risiko Global

Untuk menutup defisit anggaran, pemerintah telah menarik utang baru sebesar Rp 250 triliun pada kuartal pertama 2025, dengan realisasi pembiayaan mencapai 40,6% dari target tahun penuh.

Rincian pembiayaan meliputi:

  • Surat Berharga Negara (SBN) neto: Rp 270,4 triliun (34,8% dari pagu Rp 775,9 triliun)
  • Pinjaman neto: Rp 12,3 triliun (9,2% dari pagu Rp 133,3 triliun)
  • Pembiayaan non utang: Rp 20,4 triliun (12,8% dari pagu Rp 159,7 triliun)

Sri Mulyani menegaskan bahwa strategi penarikan utang lebih awal ini dilakukan sebagai langkah antisipatif (front-loading) terhadap ketidakpastian global, terutama dampak dari kebijakan perdagangan agresif Presiden AS Donald Trump.

"Ini bukan karena kita kekurangan dana, tetapi untuk mengantisipasi risiko disrupsi global yang bisa meningkatkan biaya dan tekanan pasar keuangan," ujarnya.

Penulis :
Pantau Community
Editor :
Ricky Setiawan