
Pantau - Harga Bitcoin menunjukkan ketahanan di tengah ketidakpastian ekonomi global dan memanasnya ketegangan geopolitik, termasuk konflik antara Israel dan Iran yang menciptakan sentimen negatif di pasar keuangan.
Konsolidasi Sehat dan Sikap Wait and See
Pada Jumat pukul 14.00 WIB, harga Bitcoin stabil di sekitar 104.670 dolar AS atau setara Rp1,71 miliar.
Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menilai pasar kripto saat ini sedang berada dalam fase konsolidasi wajar.
"Bitcoin sedang menguji zona support di 104.000 dolar AS. Volume perdagangan menurun, ADX berada di level 16 yang menandakan belum ada tren kuat, dan RSI netral di angka 45. Ini adalah fase menunggu arah baru, baik dari kebijakan The Fed maupun perkembangan geopolitik," ungkapnya.
Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) sendiri masih mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25–4,50 persen, menyikapi prospek ekonomi global yang belum stabil meskipun inflasi mulai menurun.
Langkah ini dinilai pasar sebagai bentuk kehati-hatian The Fed dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Fyqieh menambahkan bahwa secara jangka panjang, struktur harga Bitcoin masih terjaga positif.
"Jika The Fed ke depan hingga Juli menjelang FOMC selanjutnya bisa memberi sinyal dovish, Bitcoin berpotensi kembali menguat menuju 110.000 dolar AS," jelasnya.
Geopolitik, Adopsi Institusional, dan Prospek Jangka Panjang
Ketahanan Bitcoin dalam menghadapi konflik bersenjata bukan hal baru.
Setelah serangan rudal Israel ke Iran pada 13 Juni 2025, harga Bitcoin sempat terkoreksi, namun berhasil pulih hanya dalam beberapa hari.
Kepercayaan dari investor institusi turut memperkuat prospek jangka panjang Bitcoin.
Perusahaan milik Michael Saylor, Strategy, dilaporkan membeli 10.001 BTC senilai 1 miliar dolar AS pada 16 Juni 2025.
"Konflik geopolitik meningkatkan ekspektasi inflasi global melalui lonjakan belanja fiskal, gangguan rantai pasok, dan kenaikan harga komoditas. Dalam jangka panjang, faktor-faktor ini cenderung menguntungkan Bitcoin," kata Fyqieh.
Namun, ia tetap memperingatkan bahwa harga Bitcoin masih sensitif terhadap reaksi awal pasar terhadap pecahnya konflik, yang berpotensi memicu tekanan jual jangka pendek.
Kasus seperti perang Tigray (2020) dan kudeta Myanmar (2021) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga Bitcoin karena terbatasnya dampak terhadap sistem keuangan global.
Sebaliknya, konflik dengan dimensi geopolitik luas memiliki potensi mengguncang pasar kripto.
Fyqieh menegaskan bahwa adopsi institusional membuat Bitcoin kini semakin berkorelasi dengan pasar keuangan global.
Entitas besar seperti BlackRock, Coinbase, dan bahkan pemerintah AS kini ikut memegang atau mengelola aset Bitcoin.
"Bitcoin tidak lagi berdiri sendiri seperti satu dekade lalu. Faktor makroekonomi dan geopolitik kini punya pengaruh besar terhadap harga. Tapi, justru ini yang membuat BTC menjadi instrumen relevan untuk diversifikasi portofolio," ujarnya.
Secara teknikal, Bitcoin menghadapi resistance di level 106.500 dolar AS, kemudian zona 108.800–110.000 dolar AS, dengan titik kritis pada 112.000 dolar AS.
Support terdekat berada di kisaran 102.000–103.000 dolar AS, sementara support jangka panjang berada di 93.200 dolar AS, yang bertepatan dengan EMA 200 hari.
Kapitalisasi pasar kripto global tetap stabil di 3,25 triliun dolar AS, dengan aliran dana masuk ke ETF yang masih mencatat tren positif.
Pasar kini menantikan arah kebijakan The Fed selanjutnya serta perkembangan konflik global untuk menentukan arah pergerakan harga Bitcoin ke depan.
- Penulis :
- Balian Godfrey