
Pantau - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan bahwa Indonesia telah menyelesaikan tiga perjanjian dagang dengan Kanada, Eurasia, dan Tunisia, yang rencananya akan ditandatangani pada tahun ini.
Tiga Perjanjian Dagang Rampung, Tinggal Penandatanganan
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI) Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, menjelaskan bahwa perjanjian Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA), Indonesia–Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (I–EAEU FTA), serta Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) telah selesai namun belum ditandatangani.
"Yang sudah selesai tapi belum ditanda tangan, tapi akan ditanda tangan tahun ini adalah Kanada, Eurasia atau EAEU, Eurasian Economic Union, itu gabungan antara Rusia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Armenia. Kemudian ada Tunisia PTA dengan kawasan Afrika Utara," ujar Djatmiko di Jakarta, Selasa.
Djatmiko menambahkan bahwa Tunisia memiliki kelebihan sebagai pintu masuk akses pasar ke kawasan Afrika seperti Maroko, Libya, Mesir, hingga Aljazair.
"Kita melihat Tunisia punya potensi untuk bisa kita bangun infrastruktur perjanjian perdagangan. Tapi memang dengan Tunisia ini masih PTA, masih perjanjian perdagangan preferensial. Jadi masih enggak penuh seperti FTA ataupun CEPA," kata Djatmiko.
Targetkan CEPA dengan Uni Eropa Selesai dalam Waktu Dekat
Selain tiga perjanjian tersebut, Indonesia juga tengah menuntaskan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dengan Uni Eropa, dengan harapan dapat selesai dalam beberapa minggu ke depan.
Pemerintah menargetkan penandatanganan IEU-CEPA dapat dilakukan pada September 2025.
"Nanti EU akan berikutnya, belum selesai jadi kita akan coba selesaikan. Pak Presiden sudah mengumumkan ada kesepakatan politis untuk menyelesaikan segera di tahun ini. Ya mudah-mudahan nanti dalam beberapa minggu depan bisa kita benar-benar tuntaskan," kata Djatmiko.
Sementara itu, untuk CEPA Indonesia-Peru, proses penandatanganan telah dilakukan dan kini memasuki tahap ratifikasi sebelum diundangkan.
Proses ratifikasi akan melalui pembahasan di DPR, dilanjutkan pembahasan oleh kementerian/lembaga terkait, dan pembentukan rancangan undang-undang.
"Kurang lebih hampir 12 bulan. Mudah-mudahan bisa cepat ya, dan tim ini akan mengawal proses ratifikasi. Kita bergerak cepat," ujar Djatmiko.
- Penulis :
- Shila Glorya