
Pantau - Eksportir kerajinan dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai membidik pasar Uni Eropa sebagai langkah strategis untuk mengantisipasi dampak kebijakan tarif impor timbal balik sebesar 19 persen yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia.
Dampak Tarif Impor AS Terhadap Produk DIY
Tarif impor baru dari Amerika Serikat mulai berlaku efektif sejak 7 Agustus 2025.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY, Yuna Pancawati, menyampaikan bahwa pelaku usaha kerajinan kini mulai memperkuat penetrasi ke pasar Eropa.
“Pelaku usaha kerajinan mulai menguatkan di pasar Eropa,” ungkap Yuna saat ditemui di Yogyakarta, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa dampak dari tarif impor AS bervariasi tergantung pada jenis komoditas.
Permintaan produk asal DIY di Amerika masih tergolong tinggi, namun keberlanjutan ekspor sangat bergantung pada kondisi ekonomi dan strategi negosiasi dari para pembeli.
“Kalau buyer secara ekonomi mampu, ekspor jalan terus. Ada yang menegosiasikan harga barang dikurangi 3–4 persen, ini juga bisa lanjut, hanya mengurangi keuntungan eksportir. Untuk buyer kecil biasanya menegosiasikan separuh dari tambahan tarif,” jelasnya.
Produk tekstil dari DIY dinilai masih aman karena tidak terlalu terpengaruh oleh kebijakan tarif.
Namun, untuk komoditas kerajinan yang selama ini menjadi unggulan ekspor dari DIY, mulai terdampak kebijakan tersebut.
“Yang agak terpengaruh adalah komoditas kerajinan,” tegas Yuna.
Pasar Eropa Jadi Alternatif, IEU-CEPA Jadi Angin Segar
Sebagai respons, eksportir kerajinan DIY mulai melihat Uni Eropa sebagai pasar alternatif yang menjanjikan.
Langkah ini didukung oleh kesepakatan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang telah rampung.
Perjanjian ini membuka peluang perdagangan lebih luas tanpa hambatan tarif tinggi, memberikan harapan baru bagi pelaku usaha yang terdampak kebijakan AS.
Meski demikian, hingga saat ini Pemerintah Daerah DIY belum menyiapkan insentif khusus bagi pelaku ekspor yang terdampak langsung oleh tarif AS.
Namun, Disperindag DIY sedang merancang skema baru untuk mempertemukan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) dengan pembeli dari pasar non-tradisional.
Tujuan dari skema ini adalah agar ekspor tidak hanya bergantung pada pasar utama seperti Amerika Serikat, tetapi juga dapat merambah ke berbagai pasar potensial lainnya.
Tarif impor timbal balik yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump mencakup 67 negara, dengan tarif bervariasi antara 15 hingga 50 persen.
Negara dengan tarif tertinggi adalah India dan Brasil (50 persen), disusul Laos dan Myanmar (40 persen), serta Swiss (39 persen).
Produk ekspor Indonesia dikenai tarif 19 persen, salah satu yang terendah di Asia Tenggara setelah Singapura yang hanya dikenai tarif 10 persen.
Meskipun angka tersebut relatif lebih rendah dibanding beberapa negara lain, besaran tarif 19 persen tetap menjadi beban signifikan bagi perdagangan Indonesia ke pasar AS.
- Penulis :
 - Ahmad Yusuf
 








