
Pantau - Bank Indonesia (BI) telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp217,10 triliun sejak awal Januari hingga 16 September 2025.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa pembelian tersebut mencakup pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp160,07 triliun.
Ia menegaskan langkah ini merupakan bentuk sinergi kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional.
"Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan sesuai mekanisme pasar, terukur, transparan, dan konsisten dengan program moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian sehingga dapat terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter," ungkap Perry.
Ekspansi Likuiditas dan Penurunan Suku Bunga
Selain membeli SBN, BI juga melakukan ekspansi likuiditas dengan menurunkan posisi instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dari Rp916,97 triliun pada awal 2025 menjadi Rp716,62 triliun per 15 September 2025.
Perry menambahkan, bauran kebijakan BI diperkuat melalui penurunan suku bunga acuan, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan ekspansi likuiditas moneter.
"BI-Rate telah turun sebesar 125 bps sejak September 2024 menjadi 5,00 persen (per Agustus 2025), yang merupakan level terendah sejak tahun 2022," kata Perry.
Upaya stabilisasi rupiah juga diperkuat dengan intervensi di pasar off-shore melalui Non-deliverable forward (NDF) dan di pasar domestik melalui spot, Domestic Non-deliverable forward (DNDF), serta pembelian SBN di pasar sekunder.
Dorong Kredit dengan Insentif Likuiditas
Kebijakan moneter BI turut didukung oleh insentif likuiditas makroprudensial (KLM) serta percepatan digitalisasi sistem pembayaran.
"Bank Indonesia terus memperkuat implementasi KLM untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan," ujar Perry.
Hingga minggu pertama September 2025, total insentif KLM yang tersalurkan mencapai Rp384 triliun.
Rinciannya, Bank BUMN menerima Rp170 triliun, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Rp170 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Rp38,5 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) Rp5,7 triliun.
Secara sektoral, insentif tersebut dialokasikan ke sektor prioritas seperti pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan, manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, UMKM, ultra mikro, dan sektor hijau.
"Ke depan, kebijakan KLM akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui optimalisasi insentif pada sektor yang berkontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta selaras dengan program-program Asta Cita Pemerintah," pungkas Perry.
- Penulis :
- Arian Mesa
- Editor :
- Tria Dianti







