
Pantau - Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menekankan bahwa Indonesia perlu memperkuat desain ekonomi domestik untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh di tengah ketegangan global antara Amerika Serikat (AS) dan China yang semakin intens.
Krisis Global Jadi Momentum Penguatan, Bukan Sekadar Bertahan
Fakhrul menyoroti gejolak yang dipicu isu pembatasan ekspor rare earth oleh China dan ancaman tarif 100 persen dari AS sebagai dinamika global yang menuntut respons aktif dari Indonesia.
“Dunia sedang bergerak menuju periode yang lebih bising dan tidak pasti. Indonesia harus memperkuat pipa likuiditas untuk perekonomian dalam negeri, bukan sekadar tembok perlindungan. Desain kebijakan fiskal dan moneter kita harus menciptakan sistem yang hidup, bukan sekadar bertahan,” ujar Fakhrul.
Ia menyambut langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mulai menyalurkan kembali dana pemerintah ke sektor keuangan melalui perbankan.
Langkah tersebut dinilainya sebagai titik awal strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik yang lebih tangguh.
“Kita tidak kekurangan uang, tapi kita sering kekurangan mekanisme penyaluran yang berani dan tepat, sektor keuangan sebagai channel harus pro-growth,” tambahnya.
Fakhrul menegaskan bahwa penting bagi likuiditas pemerintah benar-benar mengalir ke sektor produktif, bukan berhenti di neraca perbankan.
Koordinasi erat antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia juga menjadi kunci penting dalam menghadapi tekanan global saat ini.
“Satu-satunya cara menjaga momentum ekonomi adalah memastikan uang bekerja di tempat yang produktif di dalam negeri,” lanjutnya.
Ekonomi Harus Anti-Fragile, Bukan Sekadar Resilien
Menurut Fakhrul, ketahanan ekonomi modern tidak dibangun dari aliran modal global yang tidak pasti, melainkan dari arsitektur likuiditas domestik yang bisa mengalir ke bawah dan menjangkau sektor riil.
Ia mengingatkan bahwa kebijakan penempatan dana pemerintah hanya akan efektif jika diiringi dengan reformasi pembiayaan jangka menengah yang berani dan terstruktur.
Tiga aspek utama yang perlu diperkuat Indonesia menurutnya meliputi:
Pembangunan sistem pembiayaan produktif berbasis risiko terukur, seperti industri modal ventura dan pembiayaan inovatif di sektor riil.
Penataan ulang strategi pengelolaan sumber daya alam strategis, termasuk logam tanah jarang, untuk mendukung industri nasional.
Penjagaan keberlanjutan fiskal dan kredibilitas moneter agar kepercayaan pasar tetap tinggi.
“Kita tidak bisa hanya bereaksi pada gejolak global. Kita perlu strategi yang membuat setiap krisis menjadi momentum penguatan,” ujar Fakhrul.
Ia mendorong Indonesia untuk bertransformasi dari ekonomi resilience pasif menuju sistem yang anti-fragile, yaitu mampu tumbuh di tengah ketidakpastian.
Mengutip pemikir Nassim Taleb, ia menyampaikan, “Ketahanan sejati bukan tentang bertahan, tetapi tentang bertumbuh melalui ketidakpastian.”
Fakhrul juga menegaskan bahwa desain ekonomi Indonesia harus mampu menjadikan guncangan eksternal sebagai sumber kekuatan baru.
Sebagai contoh, ketika terjadi perdebatan global soal rare earth, Indonesia harus mampu hadir, merespons, dan memanfaatkan momentum tersebut demi kepentingan rakyat.
- Penulis :
- Aditya Yohan