Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Swasembada Beras Bukan Sekadar Produksi: Padi Hibrida dan Sinergi Inovasi Jadi Kunci Kemandirian Pangan Nasional

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Swasembada Beras Bukan Sekadar Produksi: Padi Hibrida dan Sinergi Inovasi Jadi Kunci Kemandirian Pangan Nasional
Foto: (Sumber: Direktur Perbenihan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Ladiyani Retno Widowati (dua dari kanan) saat meninjau gabah hasil benih padi hibrida Ningrat (NK02133) yang diproduksi Syngenta Indonesia, di Pasuruan, Kamis (28/7/2025). ANTARA/Fahmi Alfian.)

Pantau - Indonesia kembali mencatat keberhasilan swasembada beras pada periode 2019–2021 setelah lebih dari tiga dekade, namun tantangan mempertahankannya tetap besar di tengah ancaman perubahan iklim, tekanan pasar global, dan terbatasnya inovasi petani. Swasembada bukan sekadar produksi melimpah, melainkan juga soal kemandirian pangan jangka panjang dan ketahanan nasional.

Padi Hibrida dan Peran Inovasi dalam Ketahanan Pangan

Salah satu strategi utama menuju swasembada berkelanjutan adalah pengembangan padi hibrida, yang memiliki potensi hasil 1,5 hingga 2 kali lipat lebih tinggi dibanding padi lokal. Dalam sejumlah uji coba, padi hibrida menghasilkan hingga 9 ton per hektare, dengan kualitas beras yang lebih pulen dan wangi.

Varietas ini berasal dari persilangan dua tetua berbeda secara genetik dan menunjukkan keunggulan vigor dan daya hasil lebih tinggi daripada padi inbrida. Keunggulan ini menjadi peluang besar dalam memperkuat ketahanan pangan nasional di tengah ketergantungan terhadap impor komoditas strategis seperti kedelai, gula, daging sapi, dan bawang putih.

Namun, tantangan tetap ada, di antaranya harga benih yang lebih mahal dan kewajiban membeli benih baru setiap musim tanam. Untuk itu, intervensi kebijakan publik dibutuhkan, termasuk dukungan riset dan produksi benih hibrida dalam negeri agar harga lebih terjangkau. Subsidi, pembangunan ekosistem industri benih, dan kemitraan strategis antara pemerintah, swasta, dan lembaga riset menjadi fondasi penting.

Sinergi Riset, Penyuluh, dan Petani Jadi Pilar Swasembada Berkelanjutan

Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa sinergi antara peneliti, penyuluh, dan petani menjadi kekuatan utama keberhasilan swasembada, seperti yang terjadi pada 1984 dan periode 2019–2021. Pola kerja sama ini harus diperkuat mengingat kompleksitas tantangan ke depan.

Peneliti bertugas menghasilkan varietas unggul, penyuluh sebagai jembatan antara riset dan praktik lapangan, dan petani sebagai pelaksana teknologi. Penyuluh pertanian dituntut bersifat “motekar”: cekatan, kreatif, dan proaktif, serta mampu menjadi pendamping sejati agar inovasi berjalan efektif di lapangan.

Gagasan food estate khusus padi hibrida menjadi relevan untuk mengintegrasikan riset, produksi, dan pemasaran dalam satu ekosistem. Pemerintah menyediakan lahan dan kebijakan, swasta bertanggung jawab dalam pembiayaan dan teknologi, sementara petani menjadi pelaksana sekaligus penerima manfaat langsung.

Swasembada beras juga harus dilandasi kebijakan sosial ekonomi yang adil, termasuk jaminan harga menguntungkan bagi petani, distribusi efisien, akses pembiayaan, dan perlindungan seperti asuransi pertanian. Tanpa kesejahteraan petani dan keberlanjutan lingkungan, swasembada tidak akan bertahan lama.

Menjaga swasembada beras berarti menjaga martabat bangsa. Padi hibrida bukan sekadar solusi teknologi, melainkan strategi kebangsaan yang menuntut semangat unggul dari seluruh elemen: dari laboratorium hingga petak sawah, dari kebijakan hingga aksi nyata. Dengan pilar riset, penyuluhan, dan pemberdayaan petani, swasembada beras berkelanjutan bukanlah mimpi, melainkan tujuan yang bisa dicapai bersama.

Penulis :
Aditya Yohan