
Pantau - Pemerintah Kabupaten Blora, Jawa Tengah, mendorong petani lokal pembudidaya melon hidroponik agar menjadi bagian dari rantai pasok Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), dalam rangka mendukung Program Makan Bergizi Gratis.
Wakil Bupati Blora, Sri Setyorini, menyatakan bahwa pemerintah daerah berkomitmen menghubungkan pemasaran buah lokal dengan kebutuhan SPPG, guna menjamin kepastian pasar bagi petani dan mendukung pemenuhan gizi masyarakat.
"Nanti pemasarannya bisa kita hubungkan dengan SPPG. Kita dorong buah lokal seperti melon ini menjadi bagian dari Program Makan Bergizi Gratis," ungkapnya saat kunjungan ke greenhouse terbuka TnJ Farm di Desa Sambongrejo, Kecamatan Tunjungan, Sabtu (27/12/2025).
Kualitas Melon Hidroponik Dinilai Layak Masuk Rantai Pasok Gizi
Dalam kunjungannya, Budhe Rini—sapaan akrab Sri Setyorini—ikut panen melon bersama warga dan mengapresiasi kualitas buah yang dihasilkan oleh petani lokal.
"Kualitasnya sangat bagus. Ini tidak boleh berhenti di sini. Harus terus dikembangkan dan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pangan bergizi masyarakat," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pemanfaatan produk hortikultura lokal mampu mendukung pemenuhan gizi anak dan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan petani, serta memperkuat ketahanan pangan daerah.
Petani Muda Dzaki Al Rozak Jadi Penggerak Pertanian Modern
Sosok di balik keberhasilan budidaya melon hidroponik ini adalah Dzaki Al Rozak, petani muda yang mengelola TnJ Farm di lahan terbatas seluas 15 x 14 meter.
Dengan sistem hidroponik dalam greenhouse, Dzaki mampu menanam sekitar 600 pohon melon per siklus, dengan varietas unggulan seperti Sweet Lavender dan The Blues.
Melon dipanen setelah 2,5 hingga 3 bulan, dengan berat rata-rata 1,5 kilogram per buah dan kualitas yang seragam.
"Melalui sistem hidroponik, kualitas buah lebih terjaga, penggunaan air lebih efisien, serta tanaman lebih terlindungi dari cuaca ekstrem maupun serangan hama," jelas Dzaki.
Ia juga menyebut bahwa seluruh aspek pertumbuhan seperti nutrisi, kelembapan, dan pencahayaan dapat diatur secara presisi sehingga produktivitas meningkat.
Panen Ketiga dan Pemasaran Meluas ke Berbagai Kota
Budidaya ini telah berjalan selama satu tahun dengan modal awal sekitar Rp50–60 juta.
Panen kali ini merupakan panen ketiga, dengan hasil yang telah dipasarkan ke berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Rembang, Grobogan, Pati, Semarang, Ngawi, Surabaya, hingga Malang.
Dzaki menyatakan bahwa keberhasilan ini membuktikan pertanian berbasis teknologi bisa diterapkan di desa dan memiliki prospek ekonomi menjanjikan.
"Kami ingin menunjukkan bahwa pertanian modern bisa dimulai dari lahan pekarangan. Harapannya, ini bisa menjadi inspirasi bagi petani lain, khususnya generasi muda, untuk terjun ke sektor pertanian berbasis teknologi," tutupnya.
- Penulis :
- Gerry Eka








