
Pantau.com - Indonesia melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly menandatangani Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana/Mutual Legal Assistance (MLA) antara Republik Indonesia (RI) dengan Konfederasi Swiss di Bernerhof Bern, Senin (4/2/2019).
Perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud) sebagai upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.
Baca juga: Ups! Saldo Konglomerat di Bank Swiss Tak Bisa Ditutupi
Atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini.
Perjanjian MLA RI-Swiss terwujud melalui dua kali putaran, pertama dilakukan di Bali pada tahun 2015. Kedua, pada tahun 2017 di Bern, Swiss untuk menyelesaikan pembahasan pasal-pasal yang belum disepakati di perundingan pertama.
Baca juga: Dari Rp500 Ribu ke Rp1 Juta, Tarif Tol Trans Jawa 'Cekik' Pengusaha
Dikutip dari situs web Sekretariat Kabinet (Setkab), perjanjian ini terdiri dari 39 pasal, yang antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.
Perjanjian MLA RI-Swiss ini merupakan perjanjian MLA yang ke-10 yang telah ditandatangani oleh Pemerintah RI (ASEAN, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran). Bagi Swiss, ini adalah perjanjian MLA yang ke 14 dengan negara non Eropa.
Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan capaian kerja sama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa, dan menjadi sejarah keberhasilan diplomasi yang sangat penting, mengingat Swiss merupakan pusat keuangan terbesar di Eropa.
- Penulis :
- Nani Suherni