
Pantau.com - Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) yang terdiri dari Lembaga Center For Budget Analysis (CBA) dan Lembaga Kaki Publik (Lembaga Kajian dan Keterbukaan Informasi Publik), mengkritisi kebijakan mengenai pemberian insentif kepada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"(Alaska) menganggap Besarnya dan tingginya gaji mereka sangat tidak adil bagi kondisi negara saat ini, dimana negara punya utang yang menumpuk, dan tingginya atau naiknya harga sembako saat ini," ujar Koordinator Alaska, Adri Zulpianto melalui rilis yang diterima pantau.com, Selasa (29/5/2018).
Baca juga: Angkutan Online Dapat Izin? Ini Ketentuan Dewan
Berdasarkan Perpres Nomor 42/2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas lainnya bagi Pimpinan, Pejabat dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Seperti diketahui, Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP tersebut diberikan gaji sebesar Rp112.548.000, sedangkan para wakil dewan Pengarah yang didalamnya terdapat Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe, dan Wisnu Bawa Tenaya mendapatkan gaji sebesar Rp. 100.811.000.
"Untuk itu, Alaska meminta kepada Megawati dan Mahfud MD yang sudah seharusnya mencontoh komunitas masyarakat seperti Muhammadiyah dan NU atau Banser NU yang kerap menjaga Pancasila dengan biaya urunan mereka sendiri dan tidak pernah mendapatkan insentif apapun dari pemerintah," ungkapnya.
Baca juga: Ini Langkah Pemerintah Jika Perekonomian Negara 'Bendera Putih'
Selain itu, pihaknya juga meminta kepada Megawati Megawati Soekarnoputri, Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek,dan Andreas Anangguru Yewangoe ketika sudah menerima Gaji atau rapelan gaji, sebaiknya dapat mengembalikan uang tersebut ke kas negara untuk mencicil hutang negara seperti apa yang dilakukan Malaysia.
"Karena sejatinya, pancasila tidak sakti apabila negara masih berhutang dan masih menumpuk utangnya. Dan dengan menumpuknya utang negara kepada pihak asing, justru Pancasila menjadi tersandera oleh pihak asing," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni