billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Geopolitik

DEN Fokus pada Strategi Transisi Energi Indonesia Pasca Keluar AS dari Perjanjian Paris

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

DEN Fokus pada Strategi Transisi Energi Indonesia Pasca Keluar AS dari Perjanjian Paris
Foto: Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Septian Hario Seto (tengah) di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (6/2/2025). (ANTARA/Andi Firdaus)

Pantau - Dewan Ekonomi Nasional (DEN) tengah mengevaluasi dampak kebijakan Amerika Serikat (AS) yang baru saja keluar dari Perjanjian Paris (Paris Agreement) dan mencari langkah-langkah yang tepat bagi Indonesia. Menurut anggota DEN, Septian Hario Seto, hal ini berkaitan erat dengan keberlanjutan pendanaan untuk Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP), sebuah inisiatif yang melibatkan AS dalam mendukung Indonesia untuk beralih ke energi bersih.

Seto mengungkapkan kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis, bahwa meskipun ada ketidakpastian kebijakan dari AS, Indonesia perlu memahami potensi dampak ini secara menyeluruh. Terutama, mengingat ketergantungan Indonesia pada kontribusi finansial negara tersebut dalam mendorong transisi energi nasional.

"Kami harus mempelajari dampak kebijakan ini lebih lanjut. Ada banyak ketidakpastian terkait ke mana arah kebijakan AS setelah ini," ujar Seto. Hal tersebut mencakup tantangan dalam menyesuaikan komitmen global mengenai perubahan iklim dengan kapasitas ekonomi negara-negara peserta, termasuk Indonesia.

Baca Juga:
Australia Awards Buka Beasiswa Studi Singkat: Fokus pada Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia
 

Seto menambahkan bahwa Indonesia perlu merumuskan metode transisi energi yang tepat. "Kami harus memastikan bahwa transisi energi tidak mengganggu kestabilan ekonomi nasional. Jika terlalu agresif, bisa memengaruhi harga energi dan gangguan pada sektor industri," katanya.

Khusus mengenai JETP, yang memiliki AS sebagai salah satu sumber pendanaan utama, Seto mengindikasikan bahwa sampai sekarang belum ada keputusan jelas dari pemerintahan AS mengenai masa depan pendanaan ini. "Kami masih menunggu kebijakan selanjutnya dari Presiden AS, untuk bisa merespons dengan langkah yang sesuai," jelas Seto.

Sementara itu, pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia meyakini bahwa pendanaan JETP Indonesia tidak akan terpengaruh oleh keluar AS dari Perjanjian Paris. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menegaskan bahwa negara-negara lain, seperti Jepang, juga turut berkontribusi dalam pendanaan tersebut. "Pendanaan JETP tidak hanya bergantung pada AS, banyak negara lain yang juga berperan," tambahnya.

Dengan situasi yang masih dinamis, Indonesia tetap optimistis dapat mengelola transisi energi secara berkelanjutan, sembari menyesuaikan dengan perkembangan kebijakan global yang ada.

Penulis :
Ahmad Ryansyah