
Pantau - Pemerintah China melalui Kementerian Luar Negeri menyampaikan protes terhadap Filipina atas peringatan sembilan tahun Putusan Mahkamah Arbitrase 2016 terkait sengketa wilayah di Laut China Selatan.
"China tidak menerima atau mengakui 'putusan' tersebut", tegas pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri China.
Pernyataan itu disampaikan sebagai tanggapan atas tindakan Kementerian Luar Negeri Filipina yang pada Sabtu (12/7) memperingati sembilan tahun Putusan Arbitrase yang memenangkan klaim Filipina terhadap wilayah sengketa.
Putusan tersebut dinyatakan oleh Filipina sebagai landasan utama dalam kebijakan maritimnya dan sebagai dasar advokasi terhadap tatanan berbasis aturan sesuai hukum internasional.
Sengketa Wilayah dan Klaim Tumpang Tindih
Putusan Arbitrase 2016 yang dikeluarkan oleh Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Den Haag, Belanda, menegaskan bahwa Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil laut merupakan hak Filipina untuk mengeksplorasi energi dan sumber daya lainnya.
Namun, kawasan tersebut tumpang tindih dengan klaim sepihak China atas wilayah Laut China Selatan yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus atau nine-dash-line dalam peta tahun 1947.
Mahkamah juga menyatakan bahwa China telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina dan menyebabkan kerusakan parah terhadap lingkungan terumbu karang akibat reklamasi dan pembangunan pulau buatan.
Putusan itu menegaskan bahwa tindakan reklamasi tersebut tidak memberikan hak hukum kepada China atas kawasan yang disengketakan.
"China tidak akan pernah menerima klaim atau tindakan apa pun yang timbul dari putusan tersebut. Kedaulatan teritorial, hak, dan kepentingan maritim China di Laut China Selatan tidak akan terpengaruh oleh 'putusan' tersebut dengan cara apa pun", ujar pernyataan China lebih lanjut.
Komitmen Diplomatik dan Seruan China kepada ASEAN
Meski menolak hasil arbitrase, China menegaskan tetap berkomitmen menyelesaikan sengketa melalui jalur damai, dengan negosiasi dan konsultasi bersama negara-negara yang terlibat langsung.
Beijing juga menyatakan siap bekerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN untuk mengimplementasikan secara penuh Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) dan segera mengesahkan Code of Conduct yang mengatur perilaku di wilayah perairan tersebut.
Dalam pernyataannya, China mendesak negara-negara terkait agar berhenti merujuk pada putusan arbitrase 2016 dan menghentikan tindakan yang dianggap sebagai pelanggaran dan provokasi.
Tindakan semacam itu, menurut China, akan menjadi bumerang dan memperkeruh penyelesaian damai.
Sementara itu, Filipina menyatakan akan tetap berpegang pada panduan Putusan Arbitrase 2016 untuk menegaskan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya di wilayah perairan tersebut.
Filipina sebelumnya secara sepihak mengajukan gugatan ke Mahkamah Arbitrase pada tahun 2013 untuk menguji keabsahan klaim China di Laut China Selatan.
Filipina menuduh China mencampuri wilayahnya melalui aktivitas penangkapan ikan serta pembangunan pulau buatan, dan menyebut klaim China sebagai pelanggaran terhadap hukum laut internasional.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf