Pantau Flash
HOME  ⁄  Geopolitik

Akademisi Nilai China Makin Berperan dalam Perdamaian Timur Tengah, Jadi Penyeimbang Dominasi AS

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Akademisi Nilai China Makin Berperan dalam Perdamaian Timur Tengah, Jadi Penyeimbang Dominasi AS
Foto: (Sumber: Menteri Luar Negeri China Wang Yi menghadiri upacara penutupan dialog rekonsiliasi di antara faksi-faksi Palestina dan menyaksikan penandatanganan deklarasi untuk mengakhiri perpecahan dan memperkuat persatuan oleh 14 faksi Palestina, di Beijing, 23 Juli 2024. ANTARA/Xinhua/Zhai Jianlan)

Pantau - Sejumlah akademisi Indonesia menilai bahwa China memainkan peran yang semakin besar dalam mendorong tercapainya perdamaian berkelanjutan di Timur Tengah, di tengah berlanjutnya serangan Israel ke Gaza yang kini memasuki tahun ketiga.

Asep Setiawan, akademisi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, menyoroti keberhasilan China memfasilitasi Deklarasi Beijing sebagai bukti konkret keterlibatan aktif negara tersebut dalam isu Palestina.

Deklarasi yang dicapai pada Juli 2024 itu mempertemukan berbagai faksi Palestina, termasuk Hamas dan Fatah, dalam satu kesepakatan rekonsiliasi.

"Menyatukan faksi-faksi tersebut bukanlah hal yang mudah, namun China berhasil mewujudkannya," ujar Asep.

Peran Aktif di PBB dan Dorongan terhadap Resolusi Dua Negara

Selain menjembatani rekonsiliasi faksi internal Palestina, China juga aktif menyerukan penghentian perang Gaza dalam berbagai forum multilateral, termasuk melalui posisinya sebagai Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB dan keikutsertaannya di Majelis Umum PBB.

"Dari dua hal itu saja kita dapat melihat bahwa China menunjukkan peran yang semakin berkembang untuk perdamaian di Timur Tengah, dan tentunya peran China ini mengimbangi Amerika Serikat (AS) yang selalu hanya berpihak pada satu sisi Israel saja," jelas Asep, yang juga peneliti di Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES).

Menurutnya, peluang China untuk memperbesar kontribusi masih terbuka lebar, antara lain melalui dorongan terhadap resolusi dua negara bagi Palestina dan Israel, keterlibatan dalam rekonstruksi Gaza pascaperang, serta pemanfaatan jalur diplomasi ekonomi lewat program Belt and Road Initiative (BRI).

Perlu Kolaborasi dengan Negara Muslim

Nostalgiawan Wahyudi, peneliti dari Pusat Riset Politik BRIN, turut menyoroti langkah-langkah diplomatik China di kawasan.

Ia menyebut upaya mediasi China dalam meredakan ketegangan antara Israel dan Iran beberapa bulan lalu sebagai contoh konkret bagaimana Beijing mampu mengambil peran yang selama ini tak mampu dijalankan oleh kekuatan Barat.

Terkait Deklarasi Beijing, Nostalgiawan menilai keberhasilan China sebagai pencapaian strategis.

"China mampu menembus batasan yang tidak bisa dilakukan oleh Amerika Serikat," ungkapnya.

Namun ia juga menekankan bahwa upaya penyatuan faksi Palestina harus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak berhenti pada satu momentum.

"Inisiatif tersebut masih memerlukan penguatan, misalnya dengan merangkul negara-negara Muslim lain, baik negara-negara Arab maupun non-Arab yang dapat menjadi tangan-tangan untuk lebih taktis," tambahnya.

Seruan Penghentian Serangan dan Krisis Kemanusiaan

China secara konsisten menyerukan penghentian serangan Israel ke Gaza, yang hingga saat ini telah menewaskan lebih dari 67.000 warga sipil.

Puluhan ribu korban di antaranya adalah anak-anak, menambah urgensi penyelesaian konflik secara damai.

Para akademisi menilai bahwa semakin aktifnya China dalam isu Timur Tengah menunjukkan pergeseran lanskap diplomasi global, di mana peran Amerika Serikat mulai mendapat tantangan dari kekuatan baru yang lebih inklusif dan multilateral.

Penulis :
Aditya Yohan