
Pantau - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa pembatasan akses terhadap petugas kemanusiaan oleh Israel di Jalur Gaza masih menjadi hambatan besar dalam upaya bantuan, di tengah kondisi krisis yang terus memburuk.
Dalam konferensi pers pada Senin (8/12), Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengungkapkan bahwa rata-rata hampir tujuh orang per hari dicegah untuk ikut dalam misi kemanusiaan selama tujuh minggu terakhir.
Keterangan ini merujuk pada laporan dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Hambatan Akses Ganggu Misi dan Kurangi Kapasitas Respon
Dujarric menyebut bahwa kondisi di Gaza tetap mengerikan, dengan kebutuhan warga yang jauh melampaui kapasitas komunitas kemanusiaan untuk merespons.
"Kendala tersebut mencakup masalah keamanan, tantangan bea cukai, penundaan dan penolakan terhadap kargo dan akses penyeberangan, serta terbatasnya rute untuk mengangkut pasokan bantuan kemanusiaan di dalam Gaza," ungkapnya.
Akibat hambatan tersebut, PBB dan mitranya kesulitan mendistribusikan bantuan penting seperti tempat tinggal, air bersih, sanitasi, perlengkapan kebersihan, dan alat pendidikan.
Dalam periode 13 Oktober hingga 4 Desember 2025, otoritas Israel menolak akses terhadap:
- 295 kontraktor,
- 28 staf PBB, dan
- 21 tenaga kesehatan
- yang sebelumnya dijadwalkan untuk terlibat dalam misi kemanusiaan di Gaza.
"Penolakan tersebut mengganggu perencanaan kemanusiaan dan memaksa kami serta para mitra melakukan penyesuaian mendadak yang dapat mengurangi kapasitas dalam memimpin atau menyebabkan misi dibatalkan sama sekali jika tidak ada personel pengganti," lanjut Dujarric.
PBB Serukan Akses Tanpa Hambatan, Warga Gaza dalam Ancaman
PBB menegaskan kembali seruannya kepada Israel agar memberikan akses tanpa hambatan terhadap barang dan layanan kemanusiaan.
PBB juga mendesak agar semua hambatan dicabut demi meningkatkan distribusi bantuan dan menjangkau seluruh warga yang membutuhkan di wilayah Gaza.
Sebelumnya, perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel mulai diberlakukan pada 10 Oktober 2025, berdasarkan rencana yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Gencatan senjata tersebut menghentikan sebagian serangan Israel selama dua tahun terakhir.
Namun, konflik bersenjata sebelumnya telah menewaskan lebih dari 70.000 orang, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Serangan militer juga menyebabkan kehancuran luas di Jalur Gaza dan memperparah krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.
- Penulis :
- Aditya Yohan







