Pantau Flash
HOME  ⁄  Geopolitik

China Bantah Penguncian Radar terhadap Jet Jepang, Ketegangan Laut China Timur Semakin Memanas

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

China Bantah Penguncian Radar terhadap Jet Jepang, Ketegangan Laut China Timur Semakin Memanas
Foto: (Sumber: Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing, Selasa (9/12/2025). ANTARA/Desca Lidya Natalia/pri.)

Pantau - Pemerintah China membantah tudingan Jepang terkait insiden penguncian radar oleh jet tempur Angkatan Laut China terhadap pesawat tempur Jepang di wilayah Laut China Timur, dengan menegaskan bahwa latihan militer Pasukan Pembebasan Rakyat (PLA) sudah diinformasikan sebelumnya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan bahwa latihan tersebut dilakukan secara sah dan sesuai praktik internasional.

“Fakta-faktanya sangat jelas, latihan dan pelatihan China di perairan dan wilayah udara terkait sepenuhnya mematuhi hukum dan praktik internasional. Mengaktifkan radar pencari selama latihan terbang umumnya dilakukan oleh pesawat yang berbasis di kapal induk oleh semua negara,” ujarnya.

Guo juga menambahkan bahwa Angkatan Laut PLA telah mengumumkan zona latihan secara terbuka sebelum kejadian.

Insiden Radar dan Ketegangan yang Meningkat

Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas protes dari Menteri Pertahanan Jepang, yang mengklaim tidak menerima informasi terkait zona latihan militer China.

Kementerian Pertahanan Jepang melaporkan bahwa dua jet tempur J-15 milik China dua kali mengunci radar ke pesawat F-15 milik Pasukan Bela Diri Udara Jepang (ASDF) di atas laut sebelah tenggara Okinawa pada Sabtu, 6 Desember 2025.

Rincian dua insiden tersebut adalah:

  • Insiden pertama: terjadi pukul 16.32–16.35 waktu setempat, saat J-15 dari kapal induk Liaoning mengarahkan radar ke F-15 Jepang yang mencoba mencegahnya mendekati wilayah udara Jepang.
  • Insiden kedua: terjadi pukul 18.37–19.08 waktu setempat, saat jet J-15 kembali mengunci radar ke F-15 lain di area yang sama.

Guo Jiakun menegaskan bahwa manuver militer China dilakukan secara profesional dan sesuai standar operasional.

“Manuver kami profesional, terstandar, dan tanpa cela serta merupakan tindakan normal untuk memastikan keselamatan penerbangan. Kami sarankan wartawan bertanya kepada pihak Jepang, Mengapa jet tempur Pasukan Bela Diri Jepang terbang ke area tersebut untuk menciptakan insiden berbahaya yang seharusnya tidak terjadi?” tambahnya.

Konflik Berakar Isu Taiwan dan Sejarah Perang Dunia II

Ketegangan antara China dan Jepang meningkat sejak awal November 2025, setelah Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, menyatakan bahwa potensi penggunaan kekuatan militer oleh China terhadap Taiwan bisa "mengancam kelangsungan hidup Jepang."

Pernyataan itu dianggap oleh China sebagai sinyal keterlibatan militer Jepang dalam konflik Taiwan, yang meningkatkan sensitivitas regional.

Guo Jiakun turut mengangkat kembali sejarah militer Jepang pada masa Perang Dunia II, dengan menyebut berbagai pembantaian yang dilakukan militer Jepang di Asia.

Ia menyebutkan:

  • Pembantaian Nanjing: lebih dari 300.000 orang dibunuh.
  • Pembantaian Manila: sekitar 100.000 warga sipil Filipina tewas dalam sebulan.
  • Pembantaian di Singapura: puluhan ribu korban jiwa.

Guo juga mengutip putusan Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh yang mencatat lebih dari 100 pembantaian besar-besaran oleh militer Jepang di Malaysia, Indonesia, Myanmar, Thailand, dan wilayah Asia lainnya.

“Kejahatan perang Jepang tidak boleh dihapuskan dan vonis atas sejarah agresinya tidak boleh diubah. Toleransi apa pun terhadap kata-kata dan tindakan provokatif kelompok sayap kanan Jepang hanya akan menghidupkan kembali militerisme dan kembali membahayakan rakyat Asia,” tegasnya.

Eskalasi Diplomatik dan Balasan Ekonomi

Ketegangan bilateral terus meningkat melalui saling protes diplomatik, penangguhan kembali impor produk laut Jepang oleh China, serta pembatalan pertemuan pejabat tinggi antarnegara.

China juga mengambil langkah lanjutan dengan:

  • Menyarankan warganya tidak bepergian atau belajar di Jepang.
  • Menghentikan penayangan film Jepang.
  • Menyatakan akan membalas tegas jika Jepang terlibat secara militer dalam isu Taiwan.

Situasi ini menambah daftar panjang gesekan geopolitik di kawasan Asia Timur yang melibatkan dua kekuatan utama regional, serta isu sensitif Taiwan sebagai pemicu utama ketegangan.

Penulis :
Ahmad Yusuf