Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Eliezer Sampaikan Permintaan Langsung ke Kapolri Agar tak Dipecat

Oleh Fadly Zikry
SHARE   :

Eliezer Sampaikan Permintaan Langsung ke Kapolri Agar tak Dipecat
Pantau - Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan memvonis terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E divonis 1,5 tahun penjara, Rabu (15/2/2023).

Dengan vonis yang kurang dari 2 tahun itu, Eliezer dinilai masih mempunyai peluang berkarier sebagai anggota Polri.

Hal ini berkaca pada pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang pernah menyampaikan jika terdapat anggota Polri yang terlibat kasus pidana dan mendapat putusan hukumannya di atas dua tahun penjara, maka akan dipecat dengan tidak hormat (PTDH).

Dengan vonis 1,5 tahun penjara ini, maka karier Eliezer di Polri masih bisa selamat.

Eliezer pernah menyampaikan langsung kepada Kapolri bahwa ia ingin tetap menjadi anggota Polri setelah berbicara jujur terkait pembunuhan Brigadir J.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa Richard Eliezer atau Bharada E mengubah keterangan kepada Tim Khusus (Timsus) yang menangani kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Saat itu Richard saya panggil. Di hadapan Timsus, dia menjelaskan bahwa dia mau mengubah keterangannya. Pada saat itu, si Richard kita tetapkan sebagai tersangka, sehingga kemudian dia sampaikan ke saya, 'Pak, saya tidak mau dipecat, saya akan bicara jujur'," kata Kapolri Listyo Sigit, Rabu (7/9/2022).

Sebelum mengubah keterangan, kata Listyo, Bharada E sempat mengaku kepada Timsus bahwa peristiwa yang menewaskan Brigadir J di Duren Tiga terjadi karena aksi tembak-menembak sebagaimana skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo. Namun, keterangan itu akhirnya diubah setelah Timsus menetapkan Bharada E sebagai tersangka, mencopot, dan menempatkan 18 anggota Polri yang diduga terlibat ke tempat khusus.

"Saat itu yang bersangkutan dijanjikan oleh Saudara FS (Ferdy Sambo) bahwa kalau Richard mau membantu menjelaskan perannya sesuai dengan skenario awal yang terjadi tembak-menembak itu, dia akan dilindungi oleh FS. Namun, faktanya kan pada saat itu si Richard kita tetapkan sebagai tersangka," kata Listyo.

"Dia menulis tentang kronologis secara lengkap. Di situ, kita kemudian mendapat gambaran bahwa peristiwa yang terjadi bukan tembak-menembak," tambah Listyo.

Sebelumnya aturan pidana diatas 2 tahun tersebut pernah dilakukan terhadap kasus AKBP Brotoseno. Brotoseno sebelumnya adalah penyidik di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Dia sempat berdinas di KPK tetapi kemudian dikembalikan karena diduga mempunyai hubungan dengan Angelina Sondakh yang merupakan mantan narapidana kasus suap Wisma Atlet.

Saat kembali berdinas di Bareskrim itulah Brotoseno terlibat kasus korupsi saat menyidik dugaan korupsi cetak sawah di Kalimantan periode 2012-2014. Dalam perkara itu dia divonis 5 tahun penjara. Setelah selesai menjalani hukuman, ternyata Brotoseno sempat kembali berdinas di Polri sebagai staf setelah menjalani sidang komisi kode etik Polri (KKEP). Hal itu kemudian memicu perdebatan di masyarakat.

Saat itu Ferdy Sambo yang masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) akhirnya mengubah peraturan Kapolri tentang sidang komisi kode etik Polri, sehingga bisa melakukan banding atas putusan sebelumnya. Alhasil, Brotoseno kembali menjalani sidang KKEP banding dan diputuskan diberhentikan dengan tidak hormat. Sidang itu terjadi pada 8 Juli 2022.

Selepas pulang menghadiri sidang Brotoseno itulah terjadi pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard dan Ferdy Sambo di rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Vonis terhadap Eliezer merupakan vonis paling ringan dalam perkara itu. Ferdy Sambo sebelumnya divonis hukuman mati, Putri Candrawathi dihukum 20 tahun penjara, Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara dan Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara.

Hakim menilai kelimanya terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Selain itu, khusus Sambo, jaksa penuntut umum juga menganggapnya terbukti bersalah dalam kasus dugaan merintangi penyidikan, dan disebut melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis :
Fadly Zikry