Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Imparsial: Revisi UU TNI atau Tarik Perwira Aktif dari Jabatan Sipil

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Imparsial: Revisi UU TNI atau Tarik Perwira Aktif dari Jabatan Sipil
Foto: Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi.

Pantau - LSM Imparsial menantikan evaluasi anggota TNI aktif yang menjabat di urusan sipil seperti yang dijanjikan Presiden Jokowi. 

Direktur Imparsial, Gufron Mabruri menilai, langkah presiden untuk melakukan evaluasi terhadap perwira TNI aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil sudah seharusnya dilakukan secara menyeluruh.

"Kasus dugaan korupsi yang melibatkan kepala Basarnas menyiratkan banyak persoalan yang harus diperbaiki, mulai dari persoalan penempatan perwira TNI aktif pada jabatan sipil hingga belum dijalankannya revisi UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer," kata Gufron Mabruri, Rabu (2/8/2023).

Gufron menilai, Presiden Jokowi juga perlu memberikan perhatian secara serius terhadap persoalan pengangkatan dan penempatan perwira TNI aktif pada jabatan-jabatan sipil. 

Menurutnya, jabatan sipil yang diduduki oleh prajurit TNI aktif, bahkan sudah melebihi dari apa yang diatur dalam Pasal 47 ayat (2) UU TNI. 

"Hingga tahun 2021, setidaknya terdapat 14 prajurit TNI aktif duduk pada jabatan-jabatan sipil di luar dari yang dibolehkan oleh Pasal 47 ayat (2) UU TNI," ucap Gufron.

Alih-alih mengefektifkan jalannya pemerintahan, Gufron memantau penempatan perwira TNI aktif pada jabatan sipil justru menimbulkan berbagai persoalan. 

Mulai dari pembinaan karir ASN di instansi tersebut hingga menimbulkan konflik hukum seperti yang terjadi pada kasus korupsi Basarnas.

Gufron mendorong perwira aktif yang telah menduduki jabatan sipil di luar yang diatur dalam Pasal 47 ayat (2) harus dikembalikan ke institusi TNI atau mengajukan permohonan pengunduran diri dari dinas kemiliteran. 

"Langkah Presiden yang akan mengevaluasi prajurit TNI aktif di jabatan sipil harus dijalankan secara menyeluruh dan menjadikan ketentuan UU TNI sebagai acuan utama," kata Gufron.

Gufron mengatakan, tarik menarik kewenangan penuntasan kasus korupsi Basarnas antara TNI dan KPK menjadi alarm tanda bahaya akibat presiden selama ini menelantarkan revisi UU Peradilan Militer. 

Akibat belum direvisinya UU Peradilan Militer, lanjutnya, terdapat ‘pengistimewaan’ prajurit TNI yang melakukan tindak pidana, termasuk korupsi.

"Oleh karena itu, revisi UU Peradilan Militer menjadi penting dan harus segera dilakukan, mengingat agenda tersebut telah dimandatkan oleh Tap MPR Nomor 7 Tahun 2000," tandasnya.

Penulis :
Aditya Andreas