HOME  ⁄  Hukum

Kasus Dugaan Korupsi Anak Usaha Telkom, Jaksa Dilaporkan ke KPK

Oleh Rizki
SHARE   :

Kasus Dugaan Korupsi Anak Usaha Telkom, Jaksa Dilaporkan ke KPK
Foto: OC Kaligis. (Net)

Pantau - Koordinator Tim Penasehat Hukum Heddy Kandou, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, melayangkan surat ke Ketua dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mendesak agar kedua lembaga tersebut, menindaklanjuti laporan terhadap Jaksa Ondo Mulatua Pandapotan, SH, MH, selaku Jaksa Penuntut (JPU) kasus Heddy Kandou, yang diduga telah bertindak sewenang-wenang, dengan mengintimidasi saksi-saksi kasus Heddy, dan melindungi PM, yang diduga sebagai pelaku utama dalam kasus Heddy. Surat dilayangkan pada Kamis (25/1/2023) siang, dan mendesak agar Jaksa Ondo segera diperiksa KPK, karena tidak juga menjadikan PM sebagai tersangka. 

Menurut Kaligis, pihaknya telah melaporkan Jaksa Ondo tersebut ke KPK, pada 5 Januari 2023, namun belum ada tindak lanjut hingga Kamis ini (25/1/2023). Karena itu, pihaknya kembali melayangkan surat pelaporan tersebut, pada Kamis (25/1/2023).

Dijelaskannya, dalam Kasus Heddy ini, pihaknya menduga yang seharusnya menjadi pelaku utama dalam Kasus Heddy ini adalah PM, berdasarkan keterangan kelima orang saksi dalam kasus tersebut. 

“Mohon tindak lanjut atas laporan kami, terhadap PM, selaku pelaku utama yang dilindungi, dengan tidak dijadikan tersangka, oleh Jaksa Ondo dan atas dugaan tindak pidana kejahatan jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP, terhadap tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Jaksa Ondo, yang kami ajukan melalui surat kami No. 15/OCK.I/2024, tertanggal 5 Januari 2024,” kata Kaligis.

Diuraikannya, berdasarkan Pasal 108 KUHAP, mewajibkan semua orang, yang mengetahui kejahatan untuk melaporkan kejahatan tersebut kepada pihak yang berwajib. Bila seorang pejabat melanggar hukum acara, maka dapat dikatakan, tindakan tersebut merupakan kejahatan jabatan berdasarkan Pasal 421 KUHP, yang mengatur: 

“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”;

“Sebagai pendukung laporan kami, melalui surat ini, kami ingin menyampaikan keterangan yang dinyatakan di muka persidangan, yang terbuka untuk umum, dalam perkara No. 85/PID.SUS-TPK/2023/PN.Jkt.Pst, pada tanggal 15 Januari 2024, dimana Saksi Moch. Rizal Otoluwa (Direktur PT. Quartee Technologies) dan Saksi Rinaldo (Dirut PT. Interdata Technologies Sukses) mengatakan bahwa pada saat pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Jaksa Ondo diduga telah melakukan intimidasi kepada mereka dan mengancam dengan mengatakan, agar berpihak ke Jaksa, karena Jaksa Ondo telah bicara dengan hakim dan sudah sepakat, apabila tidak sejalan dengan Jaksa, maka tuntutan mereka akan tinggi,” ujar Kaligis. 

"Dan benar saja, Moch. Rizal Otoluwa akhirnya divonis 10 tahun penjara dan Rinaldo divonis 12 tahun penjara, sedangkan pihak dari PT Telkom divonis paling tinggi lima tahun penjara," imbuhnya.

Selain itu, kata dia, di muka persidangan tersebut juga, Heddy Kandou menyampaikan ke hadapan hakim, bahwa dirinya memperoleh informasi berupa laporan masyarakat, bahwa ada dugaan sejumlah uang yang mengalir ke oknum Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, sebesar Rp 8 miliar, diduga dari oknum legal PT Telkom, saat pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

Ditambahkan Kaligis, di dalam laporan kuasa hukum, pada tanggal 5 Januari 2024, di dalam perkara No. 85/PID.SUS-TPK/2023/PN.Jkt.Pst, kliennya, Heddy Kandou dituduh melakukan tindak pidana korupsi melanggar pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atas dasar Heddy Kandou dianggap mencampuri urusan pengadaan barang dan jasa. Dimana pada kenyataannya, hal tersebut tidak dilakukannya, berdasarkan bukti pernyataan dari lima saksi, yang menyatakan, bahwa yang aktif dalam pengadaan barang dan jasa adalah PM. 

“Melalui lima Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi, terbukti pelaku utama dalam kasus ini adalah PM,” ujar Kaligis.

“Melalui kesaksian lima orang tersebut, terbukti PM-lah yang mestinya dijadikan tersangka selaku pelaku utama, karena terbukti aktif menghubungi PT Telkom dan membuat serta menyediakan dokumen-dokumen. Akan tetapi PM, justru didalam berkas hanya dijadikan saksi dalam perkara ini. Dari informasi yang kami peroleh, PM diduga dilindungi oleh Jaksa Ondo sehingga sampai dengan saat ini tidak ditetapkan sebagai tersangka,” imbuh Kaligis. 

Faktanya, lanjut Kaligis, justru kliennya, Heddy Kandou yang dijadikan tersangka. Padahal Heddy, kata dia, tidak ikut terlibat dalam proyek Telkom, bahkan tidak ada satu pun dokumen-dokumen termasuk perjanjian kerjasama antara PT Quartee Technologies dengan PT Telkom yang ditandatangani oleh Heddy Kandou. 

“Sebaliknya, sekalipun berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Saksi-Saksi diantaranya Moch. Rizal Otoluwa, Stefanus Suwito Gozali, Syehlina Yahya, Rinaldo dan Saksi Sosro H. Karsosoemo, ST, yang ada dalam berkas JPU, menyatakan justru PM sebagai pihak yang aktif dalam proses pengurusan dokumen serta berkomunikasi dengan pihak PT Telkom sehubungan dengan proses pelaksanaan proyek pengadaan barang antara PT. Quartee Technologies dengan Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom tersebut. Namun sampai dengan saat ini PM sebagai pelaku utama yang aktif dalam perkara a quo tidak dijadikan tersangka oleh Jaksa Ondo, tetapi justru dilindungi,” kata Kaligis. 

Berdasarkan hal tersebut di atas, kata Kaligis, dan untuk mencegah tindakan sewenang-sewenang yang dilakukan oleh Jaksa Ondo dan demi objektivitas serta profesionalisme didalam pemeriksaan perkara yang sedang disidik, maka pihaknya mohon agar PM ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan pemeriksaan terhadap Jaksa Ondo atas dugaan tindak pidana kejahatan jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP. 

Diketahui, Heddy Kandou yang merupakan Direktur PT Haka Luxury, dijadikan tersangka dan kemudian terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi, dalam pengadaan barang dan jasa antara PT Interdata Teknologi Sukses dengan PT PINS Indonesia, PT Telkom Telstra, dan PT Infomedia Nusantara, pada tahun 2017-2018, senilai Rp 232 miliar. Kasusnya saat ini terus bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta, dan memasuki tahapan mendengarkan keterangan saksi ahli.  

Penulis :
Rizki