
Pantau - Eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) melalui kuasa hukumnya Djamaludin Koedoeboen meminta dibebaskan dari tahanan pada sidang pembacaan nota keberatan alias eksepsi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Rabu (13/3/2024).
"Kami memohon ke hadapan majelis hakim yang mengadili perkara ini, kiranya berkenan untuk menjatuhkan putusan sela yang sekaligus pula sebagai putusan akhir dengan memerintahkan terdakwa Syahrul Yasin Limpo dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan," pinta Djamaludin.
Menurutnya, ada proses hukum yang tidak benar serta bertentangan dengan hukum acara pidana dalam kasus yang menjerat kliennya. Dia juga menuturkan, surat dakwaan jaksa dibikin dengan tidak cermat, tidak jelas (kabur), dan tidak lengkap.
Mengenai ketidakcermatan jaksa dalam surat dakwaan SYL, Djamaluddin menyebutkan ada pertentangan fakta (feit) antara yang satu dengan yang lainnya, antara lain penuntut umum mencampuradukkan penggunaan uang SYL untuk kepentingan pribadi dan dinas.
Sementara tentang surat dakwaan yang dinilai tidak jelas, Djamaludin mengungkapkan ketidakjelasan ada pada banyaknya subjek atau pelaku tindak pidana sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Kemudian mengenai surat dakwaan yang dinilai tidak lengkap, kata dia, penuntut umum tidak lengkap dalam menguraikan waktu dan tempat tindak pidana.
Untuk itu, Djamaludin memohon dakwaan terhadap SYL harus dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima. Artinya eksepsi yang dibacakan kuasa hukum SYL bisa diterima majelis hakim PN Tipikor Jakarta.
"Dengan demikian, biaya perkara bisa dibebankan kepada negara," tuturnya.
SYL Didakwa Terima Gratifikasi Rp44,5 Miliar
Bekas Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) jalani sidang perdana hari ini di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Jaksa mendakwa SYL menerima gratifikasi Rp44,5 miliar yang diterimanya dengan cara memeras anak buahnya di Kementerian Pertanian (Kementan).
"Sebagai orang yang melakukan atau yang turut serta melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, pegawai negeri atau penyelengara negara, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang yaitu para Pejabat Eselon I pada Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan Rl) beserta jajaran dibawahnya," kata jaksa KPK Taufiq Ibnugoho dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Disebutkannya, SYL menerima gratifikasi puluhan miliar itu dari eks Sekjen Kementan Momon Rusmono, serta beberapa eseln I Kementan, antara lain Ali Jamil Harahap, Nasrullah, Andi Nur Alamsyah, Prihasto Setyanto Suwandi, Fadjry Djufry, Dedi Nursyamsi, Bambang, Maman Suherman, Sukim Supamdi, Akhmad Musyafak, Gunawan, Hermanto, Bambang Pamuji, Siti Munifah, dan Wisnu Hariyana. Duit sebesar Rp44,5 miliar itu dipakai demi kepentingan pribadi dan keluarga SYL.
"Memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya yaitu menerima uang, dan membayarkan kebutuhan pribadi Terdakwa dan keluarga Terdakwa," ujarnya.
Jaksa memerinci, total duit gratifikasi yang diperoleh SYL dengan cara memeras anak buahnya di Kementan sebesar Rp44,5 miliar itu rupanya diterima saat masih menjabat sebagai Mentan periode 2020-2023.
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa. Bahwa jumlah uang yang diperoleh Terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian Rl dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044,00," ujarnya.
Jaksa mengungkapkan, kasus bermula saat SYL ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Mentan. Lalu dia mengangkat beberapa orang kepercayaannya menduduki sejumlah jabatan di Kementan.
"Bahwa dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai Mentan RI periode tahun 2019 sampai dengan tahun 2023, Terdakwa merekrut dan menempatkan beberapa orang kepercayaannya untuk menduduki jabatan tertentu dalam rangka memudahkan Terdakwa dalam menjalankan tugas dan memberikan perintah di Kementan Rl," ujarnya.
Beberapa orang kepercayaan SYL yaitu Muhammad Hatta yang mulanya staf Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) menjadi Penjabat (Pj) Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan sejak 2020-2022, lalu sebagai Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementan sejak Januari 2023. SYL juga menunjuk orang kepercayaan lainnya, yakni Imam Mujajidin Fahmid selaku staf khusus (stafsus) Mentan.
Instruksi SYL ke Ajudan Kumpulin Uang ‘Setoran’
Jaksa membeberkan, SYL menginstruksikan Imam sebagai stafsusnya dan Kasdi selaku Sekjen Kementan, lalu M Hatta dan Panji sebagai ajudannya mengumpulkan uang setoran ke para pejabat Eselon I di Kementan. Uang setoran tersebut dipakainya untuk kepentingan pribadi.
"Terdakwa mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid (Staf Khusus Menteri Pertanian RI Bidang Kebijakan), Kasdi Subagyono (Direktur Jenderal Perkebunan Tahun 2020), Muhammad Hatta dan Panji Harjanyo (Ajudan Terdakwa), untuk melakukan pengumpulan uang 'patungan/sharing' dari Para Pejabat Eselon I di lingkungan Kementan Rl yang akan digunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi Terdakwa dan keluarga Terdakwa," ujarnya.
Jaksa juga mengungkapkan, SYL meminta jatah 20 persen dari anggaran di tiap Sekretariat dan Direktorat di Kementan RI. Dikatakannya, SYL lalu mengancam ke para pejabat eselon 1 Kementan, jabatannya masuk dalam status bahaya jika tak menyetor uang tersebut.
"Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20% dari Anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan Rl yang harus diberikan kepada Terdakwa. Selain itu Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawah Terdakwa apabila para pejabat Eselon I tidak dapat memenuhi permintaan Terdakwa tersebut maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di 'non job' kan oleh Terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan Terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," jelas jaksa KPK.
- Penulis :
- Khalied Malvino