
Pantau - Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD mendorong pemerintah yang akan datang untuk melanjutkan penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu.
Mahfud menyatakan, Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat masih berlaku dan layak untuk diteruskan oleh pemerintahan selanjutnya.
"Keppres tersebut berlaku tanpa batas waktu karena mewajibkan santunan bagi semua korban pelanggaran HAM berat, dan menurut saya hal tersebut adalah langkah yang baik bagi siapapun pemerintahnya," ujar Mahfud di Blok M Plaza, Jakarta, pada Kamis (14/3/2024).
Mahfud menjelaskan, ada 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang diakui oleh pemerintah dan perlu diselesaikan.
Idealnya, menurut Mahfud, kasus-kasus tersebut harus diadili di pengadilan HAM, namun hal tersebut tidak mudah dilakukan karena kurangnya bukti yang cukup.
Contohnya, dalam tragedi 1965-66, banyak dari pelaku yang sudah berusia lanjut bahkan banyak yang telah meninggal dunia.
"Pelakunya sudah tidak ada. Ketika itu terjadi, mereka yang berusia minimal 18 tahun. Sekarang, sebagian besar dari mereka sudah meninggal," kata Mahfud.
Meskipun undang-undang tidak memberlakukan masa kadaluwarsa dalam pengusutan kasus pelanggaran HAM berat, membuktikan pelanggaran tersebut di pengadilan bukanlah hal yang mudah.
Mahfud menyebut, dari 34 terdakwa yang dibawa ke pengadilan, semuanya dibebaskan karena kurangnya bukti.
Sebagai gantinya, pemerintah fokus pada penyelesaian non-yudisial yang memperhatikan kepentingan korban.
"Perhatian kami sebagai pemerintah adalah terhadap korban. Pelaku menjadi urusan lembaga hukum, sedangkan kami berkonsentrasi pada kepentingan korban," tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas