Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Bukan Oranye, Mengapa Helena Lim dan Harvey Moeis Pakai Rompi Tahanan Pink?

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Bukan Oranye, Mengapa Helena Lim dan Harvey Moeis Pakai Rompi Tahanan Pink?
Foto: Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis keluar dari gedung pemeriksaan Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, usai ditetapkan sebagai tersangka korupsi timah, Rabu (27/3/2024). (ANTARA/Puspenkum Kejaksaan Agung)

Pantau - Helena Lim dan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis resmi menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Tak pelak keduanya mengenakan rompi tahanan merah muda alias pink. 

Inilah alasan dan aturan kenapa keduanya berompi tahanan pink bukan rompi oranye.

Publik sudah tahu Helena Lim dan Harvey ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang sudah mempunyai aturan mengenai warna rompi untuk para tersangka yang dijerat.

Dalam peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-005/A/JA/03/2013 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan tertuang aturan rompi pink itu.

Aturan baju tahanan itu ada di Pasal 10 poin a,b,c,d yang menjelaskan ihwal sarana dan prasarana untuk pengawalan dan pengamanan tahanan yang harus dipenuhi.

Dalam pasal berbunyi setiap tahanan Kejaksaan harus dipampang dengan rompi bertuliskan 'Tahanan Kejaksaan' dan harus diborgol. Setiap tahanan di Kejagung pasti memakai rompi tahanan.

Di Kejagung sendiri, ada dua jenis rompi tahanan. Untuk tahanan jenis pidana khusus memakai rompi berwarna pink, sedangkan tahanan pidana umum memakai rompi berwarna merah.

Dalam kaitan itu, Helena Lim dan Harvey Moeis merupakan tahanan pidana khusus karena terseret kasus dugaan korupsi timah. Itu Artinya, Helena Lim dan Harvey Moeis harus mengenakan rompi berwarna pink seperti tahanan pidana khusus lainnya.

Berikut bunyi pasal 10 tentang Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan:

Pasal 10

Sarana dan prasarana untuk pengawalan dan pengamanan tahanan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut tahanan setiap hari harus dicek dan dinyatakan dalam keadaan baik dan laik jalan;

b. Borgol yang digunakan harus berfungsi baik dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah tahanan;

c. Baju tahanan bertuliskan "Tahanan Kejaksaan"; dan

d. Pengawal tahanan wajib dilengkapi alat komunikasi Handy Talkie (HT) dan atau alat komunikasi lainnya yang berfungsi baik.

Helena Lim Tersangka Ke-15

Kejagung menetapkan Helena Lim sebagai tersangka anyar kasus korupsi ini. Helena langsung ditahan untuk 20 hari ke depan.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi mengatakan, tim penyidik tindak pidana khusus dalam perkara tindak pidana tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah telah memeriksa 3 orang saksi di mana salah satu dari 3 orang saksi tersebut yaitu Saudari HLN selaku manajer PT QSE. 

“Berdasarkan alat bukti yang telah ditemukan dan setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif penyidik menyimpulkan telah cukup alat bukti untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (26/3/2024).

Helena menjadi tersangka ke-15 dalam kasus tersebut. Helena disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 KUHP.

Kejagung juga telah menggeledah rumah Helena Lim. Ada sekitar uang Rp 10 miliar yang disita dari penggeledahan.

Selain itu, Kejagung juga menemukan SGD 2 juta yang jika dikonversikan setara dengan Rp 23.310.784.676 (Rp 23,3 miliar). Dalam penggeledahannya, Kejagung juga menggeledah kantor PT QSE dan PT SD.

Harvey Moeis sebagai Tersangka Ke-16

Tak berselang lama, Kejagung kembali menggelar konferensi pers soal kasus ini. Kejagung menetapkan tersangka ke-16 yakni suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Kuntadi mengatakan Harvey jadi tersangka dalam perannya sebagai perpanjangan tangan dari PT RBT. Harvey disebut pernah menghubungi mantan Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021, MRPT alias RZ.

"Adapun kasus posisi pada perkara ini, bahwa sekira tahun 2018 sampai dengan 2019. Saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu saudara MRPT atau Saudara RZ dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," ucap Kuntadi.

"Yang bersangkutan dalam kapasitas mewakili PT RBT, namun bukan sebagai pengurus PT RBT," tambahnya.

Sebagaimana diketahui, MRPT juga telah ditetapkan tersangka lebih dahulu oleh Kejagung di kasus yang sama. Kuntadi menyebut, usai komunikasi itu, Harvey melakukan pertemuan dengan RZ. Hasil pertemuan itu disepakati kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut adanya dibalut dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

"Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," tambah dia.

Selanjutnya, tersangka Harvey meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan itu, kata Kuntadi, kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim (HLN), yang sudah menjadi tersangka.

Ada pun Harvey merupakan tersangka ke-16 dalam kasus ini. Atas perbuatannya, Harvey diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat 1, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Hubungan Harvey Moeis dan Helena Lim

Kejagung menuturkan peran Harvey Moeis berkaitan dengan peran Helena Lim dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk periode 2015-2022. Kejagung menyebut Harvey menerima uang-uang dari perusahaan swasta yang terlibat pengakomodiran kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Uang dari perusahaan-perusahaan swasta tersebut diterima Harvey, melalui PT QSE. Pihak dari PT QSE yang memfasilitasi aliran dana tersebut adalah Helena Lim, sang manager.

Kejagung menyebut Harvey memberi instruksi agar perusahaan-perusahaan pemilik smelter menyisihkan keuntungan dari penjualan bijih timah yang dibeli PT Timah Tbk. Dana yang terkumpul, sebut Kejagung, lalu dinikmati Harvey dan para tersangka lainnya.

"Tersangka HM menginstruksikan kepada para pemilik smelter tersebut untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri, maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya, dengan dalih dana corporate social responsibility (CSR) kepada tersangka HM melalui PT QSE yang difasilitasi oleh Tersangka HLN (Helena Lim)," kata Kuntadi.

Harvey disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini diduga mengakibatkan kerugian lingkungan hingga Rp 271 triliun. Total sudah ada 16 tersangka kasus korupsi yang ditahan dalam kasus ini. Berikut ini rinciannya:

1. SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

2. MBG selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

3. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN)

4. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021

5. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018

6. BY selaku Mantan Komisaris CV VIP

7. RI selaku Direktur Utama PT SBS

8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN

9. AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP

10. TT, Tersangka kasus perintangan penyidikan perkara

11. RL, General Manager PT TIN

12. SP selaku Direktur Utama PT RBT

13. RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT

14. ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 s/d 2020 PT Timah Tbk.

15. Helena Lim selaku manager PT QSE

16. Harvey Moeis Perpanjangan tangan PT RBT

Penulis :
Ahmad Munjin