
Pantau - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri telah memeriksa sebanyak 65 saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (Kalbar), yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,35 triliun.
Pengembangan Penyidikan dan Pemeriksaan Saksi
Wakil Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri, Kombes Pol. Bhakti Eri Nurmansyah, menyatakan bahwa penyidikan masih terus dikembangkan guna memperkuat alat bukti yang dimiliki penyidik.
"Kami masih terus mengembangkan penyidikan untuk memperkuat alat-alat bukti. Sampai saat ini, kami sudah memeriksa 65 orang saksi," ungkapnya.
Selain memeriksa saksi, penyidik juga sedang melacak aset milik para tersangka.
"Pelacakan aset itu kira-kira nanti bermuara pada pemulihan aset, merupakan satu bagian dari penyidikan. Jadi, seperti satu paket dalam penyidikan karena memang penyitaan aset ini tentunya akan tambah memperkuat alat bukti perbuatan korupsi para tersangka," ia mengungkapkan.
Ketika ditanya terkait penahanan tersangka, Bhakti menyebutkan bahwa hal itu akan dilakukan sesuai kebutuhan penyidikan.
"Nantinya kami akan memanggil tersangka, dan kemudian apabila dibutuhkan, bisa saja kami lakukan tindakan penahanan," ujarnya.
Empat Tersangka dan Rincian Kerugian Negara
Dalam kasus ini, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik.
Mereka adalah FM, mantan direktur perusahaan listrik milik negara; HK, Presiden Direktur PT BRN; RR, Direktur Utama PT BRN; serta HYL, Direktur Utama PT Praba Indopersada.
Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp1,35 triliun.
Rincian kerugian tersebut meliputi 62.410.523,20 dolar AS atau setara Rp1,03 triliun, dan Rp323.199.898.518,00 dalam bentuk rupiah.
Kerugian itu dinyatakan sebagai total loss karena proyek pembangunan PLTU berkapasitas 2x50 megawatt (MW) yang dikerjakan oleh konsorsium swasta KSO BRN tidak diselesaikan, meskipun dana sudah dibayarkan oleh perusahaan listrik milik negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menetapkan besaran kerugian tersebut pada tanggal 22 Juli 2025.
- Penulis :
- Leon Weldrick