Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

PT BSP Diduga Caplok Tanah Warga, ATR/BPN Diminta Bertindak

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

PT BSP Diduga Caplok Tanah Warga, ATR/BPN Diminta Bertindak
Foto: Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Nusantara, Anekaria Safari saat mendatangi kantor Kementerian ATR/BPN pada Kamis (20/2/2025) untuk melaporkan PT BSP, perusahaan kelapa sawit diduga perambahan hutan dan pencaplokan lahan warga di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. (Dok. Ist)

Pantau - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) diminta mengambil tindakan terhadap PT BSP, perusahaan kelapa sawit yang diduga melakukan perambahan hutan dan pencaplokan lahan warga di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Baca juga:
Kejagung RI Didesak Tindak Perusahaan Sawit Nakal di Kalteng

Permintaan ini disampaikan Anekaria Safari, perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Nusantara, saat mendatangi kantor Kementerian ATR/BPN pada Kamis (20/2/2025). Ia mengajukan surat permohonan audiensi kepada Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan untuk mengevaluasi hak guna usaha (HGU) PT BSP.

"Kami meminta ATR/BPN menindaklanjuti keluhan Kelompok Tani Sumber Rezeki di Desa Cempaka Mulia Timur. Lahan seluas 655,95 hektar yang mereka kelola kini dikuasai PT BSP," ujar Safari.

Berdasarkan hasil telaah koordinat, wilayah yang dikelola Kelompok Tani Sumber Rezeki berada di luar izin usaha perkebunan PT BSP. Area tersebut merupakan kawasan hutan produksi, bukan bagian dari izin perusahaan.

Baca juga:
Jadi Aset Nasional, Banyak Negara Takut Tak Kebagian Sawit dari RI

Selain dugaan perambahan, Safari juga menyoroti legalitas izin PT BSP, termasuk ILOK, IUP, PKH, dan HGU, yang diduga bermasalah. Ia menduga adanya pembiaran perusakan hutan dan potensi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan lahan sawit di kawasan hutan.

Akibat perampasan lahan ini, masyarakat kehilangan sumber mata pencaharian, sementara hutan adat yang mereka andalkan untuk bertahan hidup semakin berkurang.

"Masyarakat adat mengalami kerugian besar akibat kehilangan hutan leluhur mereka yang subur, yang kini berubah menjadi perkebunan sawit," tegasnya.

Baca juga:
Komisi III Terus Buka Kesempatan Masyarakat untuk Adukan Persoalan Hukum

Menurut UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, perusahaan sawit yang beroperasi di kawasan hutan wajib memenuhi persyaratan hukum paling lambat 2 November 2023. Jika tidak, maka mereka akan dikenai sanksi administratif, denda, atau pencabutan izin usaha.

Safari menegaskan bahwa tindakan PT BSP telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum serta berpotensi dikenai sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Laporan ini juga telah ditembuskan kepada Presiden Prabowo Subianto, menandakan bahwa kasus ini mendapat perhatian hingga ke tingkat nasional.

Penulis :
Khalied Malvino