Pantau – Kepolisian Jepang mengakui pengamanan Shinzo Abe buruk hingga mantan Perdana Menteri (PM) Jepang itu bisa ditembak mati kala berpidato di Nara pada Jumat (8/7/2022) lalu.
"Tak bisa dimungkiri, ada masalah dengan langkah penjagaan dan pengamanan untuk mantan perdana menteri Abe," ujar Kepala Kepolisian Prefektur Nara, Tomoaki Onizuka, Sabtu (9/7/2022).
"Selama bertahun-tahun sejak saya menjadi polisi pada 1995, tak pernah ada penyesalan, tak ada penyesalan yang lebih besar dari ini," imbuhnya, mengutip AFP.
Diketahui, para pejabat di Jepang biasanya bepergian dengan protokol pengamanan yang tak begitu ketat.
Tim pengaman biasanya hanya mengandalkan intimidasi fisik, tanpa dilengkapi persenjataan guna melindungi sang pejabat dari ancaman serangan, seperti yang biasa terlihat di Amerika Serikat (AS), mengutip Reuters.
Tidak lama usai peristiwa terjadi, kepolisian Nara sendiri mengakui bahwa Abe hanya dilindungi oleh beberapa petugas kepolisian. Dari segelintir orang itu, hanya satu yang punya spesialisasi senjata.
Di tengah penjagaan yang kurang rapat ini, pelaku dapat dengan leluasa melepaskan tembakan dari jarak dekat kala Abe tengah berpidato di jalanan Nara.
Saksi mata mendengar beberapa kali tembakan sebelum Abe terkapar dengan bercak darah terlihat di bagian dadanya.
Kepolisian seketika membekuk pelaku yang teridentifikasi bernama Tetsuya Yamagami. Dalam proses penyelidikan, Yamagami mengaku memang ingin membunuh Abe karena tak suka pada mantan pemimpin negaranya itu.
Sementara, Abe langsung dilarikan ke rumah sakit. Dokter menemukan dua luka tembak di leher depan Abe.
Tim dokter menduga, tembakan itu begitu kuat hingga ada bagian peluru yang menembus dinding jantung dan menyebabkan pendarahan parah.
Para petugas medis berjuang keras untuk menghentikan pendarahan. Tapi, upaya mereka tidak membuahkan hasil hingga akhirnya Abe mengembuskan napas terakhirnya pada pukul 17.03 waktu setempat. (Laporan: Kiki)
"Tak bisa dimungkiri, ada masalah dengan langkah penjagaan dan pengamanan untuk mantan perdana menteri Abe," ujar Kepala Kepolisian Prefektur Nara, Tomoaki Onizuka, Sabtu (9/7/2022).
"Selama bertahun-tahun sejak saya menjadi polisi pada 1995, tak pernah ada penyesalan, tak ada penyesalan yang lebih besar dari ini," imbuhnya, mengutip AFP.
Diketahui, para pejabat di Jepang biasanya bepergian dengan protokol pengamanan yang tak begitu ketat.
Tim pengaman biasanya hanya mengandalkan intimidasi fisik, tanpa dilengkapi persenjataan guna melindungi sang pejabat dari ancaman serangan, seperti yang biasa terlihat di Amerika Serikat (AS), mengutip Reuters.
Tidak lama usai peristiwa terjadi, kepolisian Nara sendiri mengakui bahwa Abe hanya dilindungi oleh beberapa petugas kepolisian. Dari segelintir orang itu, hanya satu yang punya spesialisasi senjata.
Di tengah penjagaan yang kurang rapat ini, pelaku dapat dengan leluasa melepaskan tembakan dari jarak dekat kala Abe tengah berpidato di jalanan Nara.
Saksi mata mendengar beberapa kali tembakan sebelum Abe terkapar dengan bercak darah terlihat di bagian dadanya.
Kepolisian seketika membekuk pelaku yang teridentifikasi bernama Tetsuya Yamagami. Dalam proses penyelidikan, Yamagami mengaku memang ingin membunuh Abe karena tak suka pada mantan pemimpin negaranya itu.
Sementara, Abe langsung dilarikan ke rumah sakit. Dokter menemukan dua luka tembak di leher depan Abe.
Tim dokter menduga, tembakan itu begitu kuat hingga ada bagian peluru yang menembus dinding jantung dan menyebabkan pendarahan parah.
Para petugas medis berjuang keras untuk menghentikan pendarahan. Tapi, upaya mereka tidak membuahkan hasil hingga akhirnya Abe mengembuskan napas terakhirnya pada pukul 17.03 waktu setempat. (Laporan: Kiki)
- Penulis :
- M Abdan Muflih
