Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Kemenangan Trump di Gedung Putih, 'Comeback Terbesar Sejarah AS'

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Kemenangan Trump di Gedung Putih, 'Comeback Terbesar Sejarah AS'
Foto: Donald Trump, Presiden terpilih AS dari Partai Republik, berpidato penuh percaya diri dalam acara pascapemilu di Palm Beach Convention Center, Florida, Rabu (6/11/2024). (Getty Images)

Pantau - Dari status sosok kontroversial dalam politik menuju kursi kepresidenan, empat tahun setelah masyarakat Amerika Serikat (AS) menolak Donald Trump dari Gedung Putih—ia meninggalkan Washington dalam kehinaan politik dua bulan kemudian setelah mencoba menggagalkan kekalahannya—kini warga AS mengirimnya kembali ke 1600 Pennsylvania Avenue.

"Ini adalah kemenangan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara kita," kata Trump dalam pidato kemenangannya pada Rabu (6/11/2024) dini hari waktu setempat, merujuk pada kemenangannya yang meyakinkan atas capres Kamala Harris, baik dalam suara elektoral maupun suara populer.

Pasangannya, Senator JD Vance dari Ohio, menyebut kemenangan Trump sebagai 'comeback' politik terbesar dalam sejarah Amerika. Dalam pidato kemenangan itu, Trump menyatakan bahwa gerakan politiknya adalah sesuatu yang “belum pernah dilihat siapa pun… ini adalah gerakan politik terbesar sepanjang masa.”

Bagi kandidat yang dikenal kurang disiplin dan kerap berbicara hiperbolis, hasil Pemilu AS pada Selasa (5/11/2024) ini tampaknya membuktikan Trump benar.

"Ini adalah realignment politik yang historis," ungkap ahli strategi Partai Republik berpengalaman, Ryan Williams.

Williams berpendapat Trump "menghapus koalisi yang telah dibangun Partai Republik selama beberapa dekade dan menggandakan blok pemilih yang menurutnya bisa ia jangkau."

"Trump memperluas basis partai dengan cara yang belum pernah dilakukan kandidat lain. Saya kira itulah mengapa banyak survei tidak tepat karena ia mengubah komposisi pemilih secara radikal," jelas Williams.

Baca juga: Trump Klaim Kemenangan Setelah Fox News Proyeksikan Kemenangannya

Bagi Trump, kampanye PIlpres AS 2024 merupakan maraton berat selama dua tahun. Dia mengumumkan pencalonannya di klub Mar-a-Lago, Florida, beberapa hari setelah Pemilu paruh waktu 2022, di tengah kritik dari partainya yang menyebutnya bertanggung jawab atas hasil buruk Partai Republik.

Meski awalnya lambat, Trump kemudian dengan mudah mengalahkan para pesaing utama Partai Republik, yang sempat berkembang menjadi lebih dari selusin kandidat, dan memenangkan semua kontes primer awal tahun ini.

Trump, yang didakwa dalam empat kasus kriminal berbeda, justru mengalami lonjakan dukungan dan dana kampanye pada akhir musim semi tahun ini, setelah ia mencatat sejarah sebagai presiden pertama yang pernah atau sedang menjabat yang dijatuhi hukuman pidana.

Sebulan kemudian, Presiden Joe Biden mengalami kemunduran besar setelah penampilan debat yang dinilai buruk pada akhir Juni 2024 melawan Trump, yang memicu keraguan tentang kesiapan fisik dan mentalnya untuk empat tahun lagi di Gedung Putih. Hal ini memicu desakan dari dalam partainya agar ia mengundurkan diri.

Keunggulan polling Trump terhadap Biden pun melebar, dan mantan presiden itu semakin didukung secara politik setelah selamat dari upaya pembunuhan di sebuah kampanye politik di Butler, Pennsylvania, dua hari sebelum Konvensi Nasional Partai Republik pada Juli 2024.

Namun, hanya beberapa hari kemudian, Biden mengakhiri kampanye pemilihannya dan mendukung wakil presidennya, Kamala Harris. Demokrat dengan cepat mendukung Harris, dan dana kampanyenya melonjak seiring kenaikan angkanya dalam survei.

Bulan madu politik Harris berlanjut hingga Konvensi Nasional Partai Demokrat akhir Agustus-September 2024, saat sebagian besar pengamat menyatakan ia memenangkan debat presiden satu-satunya melawan Trump.

Baca juga: Trump Janji Pimpin 'Era Keemasan Amerika' dalam Pidato Kemenangannya

Namun, saat memasuki Oktober 2024, Trump tampaknya bangkit kembali, dan survei opini publik menunjukkan momentum mantan presiden tersebut yang semakin kuat. Ahli strategi GOP berpengalaman, David Kochel mencatat AS masih “memiliki tingkat ketidakpuasan hingga 70 persen. Pemilih menginginkan perubahan di Gedung Putih.”

Menurut Kochel, meski Harris "membangkitkan semangat dalam kampanye, fundamentalnya tidak berubah. Orang-orang tak puas dengan ekonomi, mereka merasa negara ini menuju arah yang salah, dan mereka ingin perubahan. Dan ternyata Trump berhasil memenangkan argumen perubahan itu."

"Dia juga menjalankan kampanye di negara bagian kunci dengan iklan efektif yang menyerang Harris," tambah Kochel.

Williams juga memuji strategi Trump, dengan mengatakan timnya "punya strategi dan konsisten menjalankannya. Mereka fokus pada pemilih pria... menggandakan fokus pada mereka... mereka konsisten dengan strategi itu, dan itu berhasil."

Williams berpendapat Harris "pada dasarnya meniru strategi Hillary Clinton dari 2016, bahkan membuatnya lebih buruk." Kedua ahli strategi tersebut menyoroti Trump berhasil mengatasi berbagai pernyataan keliru dan komentar kontroversialnya.

"Kita terlalu fokus pada hal-hal yang kontroversial dari Trump. Semua hal yang orang anggap tidak pantas, itu sebenarnya tidak berpengaruh," ujar Kochel seraya menyebut, Trump punya strategi yang lebih baik dan lingkungan yang mendukungnya.

Williams menyoroti Trump "memiliki cara memahami pemilih dan berhubungan dengan mereka dengan cara yang tidak dimiliki politisi lain. Dia berbicara secara spontan dengan caranya sendiri, dan meski sering menyampaikan informasi yang kurang tepat, dia dianggap tulus karena tidak seperti politisi yang biasa berbicara formal." (Fox News)

Penulis :
Khalied Malvino

Terpopuler