
Pantau - Media Korea Utara pada Senin (16/12/2024) mengecam Presiden Korea Selatan yang telah dimakzulkan, Yoon Suk-yeol, sebagai "pemimpin pemberontakan".
Ini merupakan reaksi pertama Korea Utara terhadap pemecatan Yoon akibat keputusan darurat militer yang hanya bertahan sebentar.
Pyongyang selama ini relatif diam tentang kekacauan politik yang melanda Korea Selatan, yang mencapai puncaknya pada Sabtu (14/12/2024) dengan pemungutan suara di parlemen untuk memakzulkan Yoon atas tuduhan "pemberontakan".
Yoon kini digantung sementara Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan mempertimbangkan proses pemakzulannya, dengan Perdana Menteri (PM) Han Duck-soo menjabat sebagai pemimpin sementara.
Hingga Sabtu (14/12/2024), MK Korea Selatan memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan masa depan Yoon.
Kepala sementara MK Korea Selatan, Moon Hyung-bae, mengatakan akan menggelar pertemuan hakim pada Senin (16/12/2024) untuk merencanakan jadwal sidang.
Pada Senin (16/12/2024), Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) yang dikelola negara Pyongyang menyatakan Yoon berusaha mengalihkan tanggung jawab atas "keputusan darurat militer yang bodoh" kepada partai oposisi.
"Penyelidikan terhadap Yoon Suk-yeol, pemimpin pemberontakan, dan para sekutunya sedang berlangsung," lapor KCNA.
"Mahkamah Konstitusi boneka akan memutuskan apakah Yoon akan diberhentikan," tambahnya.
KCNA kerap merujuk pada pemimpin dan institusi Korea Selatan sebagai "boneka" dari sekutu perjanjian mereka, Amerika Serikat (AS).
KCNA sebelumnya menggambarkan Korea Selatan berada dalam "kekacauan" akibat perintah darurat militer tersebut.
Hubungan antara kedua negara tetangga kini berada pada titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, dengan Korea Utara meluncurkan serangkaian rudal balistik yang melanggar sanksi PBB.
Baca juga:
- Inilah Daftar 7 Presiden Korea Selatan yang Berakhir Digulingkan
- Tunggu Putusan MK, Yoon Ditangguhkan dari Tugas Kepresidenan Pascapemakzulan
Penyelidikan terhadap Yoon dan lingkaran dalamnya atas deklarasi darurat militer bulan ini terus berlanjut seiring semakin dalamnya kekacauan. Yoon tetap berada di bawah larangan bepergian sementara penyelidikan berlangsung.
Pada Minggu (15/12/2024), jaksa mengeluarkan pernyataan pihaknya telah memanggil Yoon untuk dimintai keterangan terkait tuduhan pemberontakan "tetapi dia menolak untuk mematuhi".
Mereka mengungkapkan, bakal mengeluarkan "panggilan kedua", dengan laporan dari kantor berita Yonhap News yang menyebutkan hal itu bisa dilakukan pada Senin (16/12/2024).
Protes pro dan kontra terhadap Yoon mengguncang ibu kota Korea Selatan sejak keputusan darurat militer pada Selasa (3/12/2024). Demonstran dari kedua pihak berjanji akan terus menekan seiring MK mempertimbangkan nasib Yoon.
Pada Minggu (15/12/2024), polisi meringkus Kepala Komando Intelijen Pertahanan yang sedang menjabat terkait dengan tuduhan pemberontakan, demikian dilaporkan Yonhap News.
Jaksa juga menyebut, pihaknya sedang mencari surat perintah penangkapan untuk Kepala Komando Perang Khusus Angkatan Darat Kwak Jong-keun, berdasarkan laporan Yonhap News.
Kwak diduga mengirim pasukan khusus ke DPR Korea Selatan selama upaya darurat militer--yang memicu konfrontasi dramatis antara tentara dan staf parlemen.
Ketua Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang dipimpin Yoon, yang tidak terlibat dalam upaya darurat militer dan mendukung pemakzulan, menegaskan dirinya bakal mengundurkan diri.
"Saya sangat meminta maaf kepada semua rakyat yang menderita akibat insiden darurat militer ini," ungkap Han Dong-hoon dalam konferensi pers di Seoul.
Sementara itu, pemerintah Korea Selatan berusaha menunjukkan suasana yang tetap berjalan seperti biasa.
Presiden sementara Han pada Minggu (15/12/2024) melakukan pembicaraan dengan Presiden AS Joe Biden, yang menekankan kekuatan hubungan bilateral kedua negara.
Han juga telah memerintahkan militer untuk "meningkatkan kewaspadaan" terhadap Korea Utara, di mana Korea Selatan secara teknis masih berada dalam keadaan perang.
- Penulis :
- Khalied Malvino