
Pantau - Tiga bayi Palestina tewas akibat hipotermia di kamp pengungsi al-Mawasi, Gaza selatan, dalam beberapa hari terakhir. Suhu yang terus menurun ditambah blokade Israel menghambat pasokan makanan, air, dan kebutuhan musim dingin, kian memperburuk kondisi warga.
Dokter Ahmed al-Farra dari Rumah Sakit Nasser di Khan Younis mengonfirmasi kematian Sila Mahmoud al-Faseeh, bayi berusia sekitar 21 hari, pada Rabu (25/12/2024). Dua bayi lainnya, berusia tiga hari dan satu bulan, juga meninggal akibat hipotermia dalam 48 jam terakhir.
“Sila lahir sehat, tetapi karena dingin ekstrem di tenda, suhu tubuhnya turun drastis hingga sistem tubuhnya berhenti bekerja,” kata al-Farra kepada Al Jazeera, dikutip Kamis (26/12/2024).
Ayah Sila, Mahmoud al-Faseeh, menggambarkan kondisi keluarganya yang hidup di tenda berlantaikan pasir di al-Mawasi, zona yang disebut “aman” namun kerap diserang selama 14 bulan terakhir.
“Kami tidur di pasir tanpa cukup selimut. Hanya Tuhan yang tahu keadaan kami,” ujarnya.
Baca juga:
Suhu malam di kawasan itu turun hingga 9 derajat Celsius, membuat Sila menangis sepanjang malam sebelum ditemukan tak bernyawa keesokan paginya.
Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan (Dirjen Kemenkes) Gaza, Dr. Munir al-Bursh menegaskan, bayi Sila “meninggal karena kedinginan ekstrem.” Padahal, al-Mawasi telah ditetapkan sebagai “zona kemanusiaan sementara” oleh militer Israel.
Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina, separuhnya perempuan dan anak-anak, serta menyebabkan kehancuran besar-besaran.
Sekitar 90 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza terpaksa mengungsi, banyak yang tinggal di kamp tenda dengan kondisi sangat memprihatinkan saat musim dingin tiba.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) seperti Amnesty International dan Human Rights Watch (HRW) menuduh Israel melakukan genosida di Gaza. Dr al-Farra menyebut kematian bayi-bayi ini sebagai contoh nyata dampak perang yang tidak adil terhadap rakyat Gaza.
- Penulis :
- Khalied Malvino