Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Krisis Politik Berlanjut, Lebanon Masih Tanpa Presiden

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Krisis Politik Berlanjut, Lebanon Masih Tanpa Presiden
Foto: Para anggota DPR Lebanon menghadiri sidang ke-13 di Beirut untuk memilih presiden baru setelah 2 tahun kekosongan kursi presiden, Kamis (9/1/2025). (Getty Images)

Pantau - Parlemen Lebanon kembali gagal mengakhiri kekosongan jabatan presiden dalam pemungutan suara pertama pada Kamis (9/1), memperpanjang periode ketidakpastian politik di negara yang tengah menghadapi berbagai tantangan.

Ketegangan dalam Pemungutan Suara

Sesi parlemen yang dihadiri lebih dari 100 anggota menyoroti tajamnya perpecahan politik di Lebanon. Kepala Militer Lebanon, Joseph Aoun, menerima 71 suara, sementara 37 anggota memilih abstain. Hasil ini masih jauh dari ambang batas 86 suara yang dibutuhkan untuk memenangkan putaran pertama.

Pemungutan suara berikutnya dijadwalkan berlangsung pada hari berikutnya, tetapi persetujuan atas kandidat tetap diragukan karena dinamika politik yang kompleks.

Baca Juga:
DPR Lebanon Gagal Pilih Presiden di Putaran Pertama, Lanjut Putaran Kedua?
 

Dampak Kekosongan Jabatan

Kekosongan kursi presiden sejak Oktober 2022 telah memperburuk krisis ekonomi dan keamanan yang melanda Lebanon. Tanpa pemimpin yang kuat, upaya reformasi ekonomi dan negosiasi dengan komunitas internasional terhambat, sementara ketegangan di perbatasan dengan Israel terus meningkat.

“Sistem politik yang berbasis konsensus sering kali menjadi batu sandungan dalam situasi krisis seperti ini,” ujar seorang analis politik lokal.

Sorotan Internasional

Masalah ini juga menjadi perhatian internasional. Utusan khusus Prancis Jean-Yves Le Drian dan duta besar dari komite Quint (Mesir, Prancis, AS, Qatar, dan Arab Saudi) turut hadir dalam sidang parlemen. Mereka berharap dapat mendorong dialog antara faksi-faksi politik di Lebanon untuk mengakhiri kebuntuan.

Sistem Unik yang Membatasi

Konstitusi Lebanon yang mengatur distribusi jabatan berdasarkan agama juga menjadi tantangan tersendiri. Presiden harus berasal dari komunitas Kristen Maronit, yang secara tradisional memimpin negara dalam situasi stabil. Namun, dalam lanskap politik yang terpecah, konsensus menjadi sulit dicapai.

“Lebanon membutuhkan pemimpin yang dapat menjembatani perbedaan dan mendorong stabilitas. Tetapi hingga saat ini, friksi politik masih mendominasi,” ujar diplomat asing yang hadir.

Penulis :
Ahmad Ryansyah