Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Donald Trump Kembali Dekati Kim Jong Un, Ada Apa?

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Donald Trump Kembali Dekati Kim Jong Un, Ada Apa?
Foto: Terlihat Presiden Donald Trump berada di zona demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan Korea Selatan dan Korea Utara di Panmunjom, Korea Selatan, pada 30 Juni 2019. (Getty Images)

Pantau - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, bikin pernyataan mengejutkan lagi. Dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada Kamis (23/1/2025), Trump bilang dia bakal menghubungi lagi pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un.

Baca juga: Korut Tembakkan Rudal Balistik H-6 Pelantikan Donald Trump

Trump bahkan menyebut Kim, yang sudah tiga kali ditemuinya selama masa kepresidenannya, sebagai "orang pintar".

"Saya akan, ya. Dia menyukai saya," jawab Trump saat ditanya dalam wawancara di Fox News apakah dia akan "menghubungi" Kim lagi.

Trump memang punya hubungan diplomatik yang unik dengan Kim selama masa pemerintahannya dari 2017 hingga 2021. Keduanya tak hanya bertemu, tapi Trump juga sempat bilang kalau mereka "saling jatuh cinta".

Tapi, Sekretaris Negara AS, Marco Rubio, mengakui saat sidang konfirmasinya bahwa upaya Trump itu gagal menghasilkan kesepakatan yang langgeng untuk mengakhiri program nuklir Korea Utara.

Korea Utara sudah lama mengklaim bahwa program senjata nuklirnya bertujuan untuk melawan ancaman dari Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Korea Selatan.

Baca juga: AS Peringatkan Korut Raup Untung dari Perang Rusia-Ukraina

Kedua Korea secara teknis masih berperang, karena Perang Korea tahun 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

Korea Utara yang terisolasi dan miskin, telah melakukan banyak uji coba nuklir dan sering menembakkan rudal balistik.

Walaupun Pyongyang menganggap program nuklirnya sebagai simbol kebanggaan nasional, Washington dan negara-negara lain menilai program itu justru menimbulkan ketidakstabilan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga sudah mengeluarkan banyak resolusi yang melarang aktivitas nuklir Korea Utara.

Dalam sidang konfirmasi Senat awal Januari 2025, Rubio menyebut Kim sebagai "diktator" dan mendesak adanya penilaian yang lebih mendalam terhadap kebijakan Korea Utara.

Baca juga: Kim Jong Un Perintahkan Produksi Massal Drone Serang

"Saya pikir harus ada keinginan untuk melihat dengan sangat serius kebijakan Korea Utara yang lebih luas," ungkap Rubio.

Dia juga mendorong upaya untuk mencegah konflik yang melibatkan Korea Utara, Korea Selatan, dan Jepang.

Selain itu, dia menekankan pentingnya menghindari tindakan yang bisa mendorong negara lain untuk mengembangkan program senjata nuklir.

Dalam wawancara di Fox News, Trump juga mengenang upayanya untuk menegosiasikan perjanjian pengendalian senjata dengan Rusia dan China selama masa jabatan pertamanya.

Inisiatif tahun 2019 itu bertujuan untuk membatasi senjata nuklir Rusia yang tidak diatur dan meyakinkan China untuk bergabung dalam pakta pengendalian senjata.

Baca juga: Teka-teki Keterlibatan Pasukan Korea Utara dalam Perang Ukraina

"Saya hampir mencapai kesepakatan. Saya akan membuat kesepakatan dengan (pemimpin Rusia Vladimir) Putin tentang itu, denuklirisasi... Tapi kami mengalami pemilu yang buruk yang mengganggu kami," ujar Trump, merujuk pada kekalahannya dari Joe Biden pada tahun 2020.

Calon Menteri Pertahanan (Menhan) Trump, Pete Hegseth, baru-baru ini menyebut Korea Utara sebagai "kekuatan nuklir" dalam pernyataannya kepada panel Senat, menurut laporan.

Namun, Kementerian Pertahanan (Kemhan) Korea Selatan menanggapi, status Pyongyang sebagai kekuatan nuklir "tidak dapat diakui." Mereka berjanji untuk bekerja sama dengan Washington untuk mencapai denuklirisasi.

Menjelang pelantikan Trump pada Senin (20/1/2025), Korea Utara menembakkan beberapa rudal balistik jarak pendek. Analis menduga bahwa Kim mungkin sedang mengirim pesan kepada Trump.

Sumber: AFP

Penulis :
Khalied Malvino

Terpopuler