Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Pantau Story: Kisah Pilu Tahanan yang Melahirkan Sendiri di Selnya

Oleh Noor Pratiwi
SHARE   :

Pantau Story: Kisah Pilu Tahanan yang Melahirkan Sendiri di Selnya

Pantau.com - Dalam sel penjara di suatu hari bersuhu 33 derajat, seorang perempuan terpaksa melahirkan bayinya sendirian sambil memohon bantuan selama berjam-jam kepada penjaga penjara yang mengawasinya melalui celah di pintu sel.

Mereka menemukan temuan mengganggu yang diumumkan pada hari Rabu (12/12/2018) dalam pemantauan yang memberatkan dari pengawas penjara Australia Barat terhadap insiden yang terjadi pada bulan Maret tahun ini.

Melansir ABC News, Rabu (12/12/2018), dalam laporan dikatakan bahwa Amy (nama samaran) disidangkan di pengadilan pada awal Januari lalu selama trimester akhir kehamilannya. Ia diberikan keringanan bebas dengan jaminan tetapi tak bisa memenuhi persyaratan dan dibawa kembali ke tahanan. Ia kemudian dipindahkan ke Penjara Perempuan Bandyup di pinggiran timur laut Perth, pada 17 Februari.

Penjara ini dibuka pada tahun 1970 dan merupakan satu-satunya penjara perempuan, yang melayani semua tingkat klasifikasi keamanan, termasuk keamanan maksimum.

Amy dipindahkan ke sel yang sesak, di unit dua lantai yang berada di lantai pertama. Ia menghabiskan 22 hari kehamilannya dengan perawatan medis dari staf penjara dan dipindahkan ke rumah sakit untuk perawatan rawat jalan.

Baca juga: Hingga Maret Mendatang, Pantai Ini Larang Konsumsi Alkohol

Menurut laporan itu, pada pukul 17.30 pada hari Minggu tanggal 11 Maret, Amy menelepon dari selnya. Dalam telepojn tersebut Amy menyampaikan bahwa dirinya merasa tidak sehat.

Ia dibawa ke pusat kesehatan penjara untuk pemeriksaan, tetapi ketika ia ada di sana, perawat tak diberitahu tentang keluhan rasa sakit yang dideritanya. Ia mengatakan kepada perawat bahwa da menderita sakit perut tetapi membantah akan melahirkan.

Amy diberi beberapa parasetamol dan dibawa kembali ke selnya. Setengah jam kemudian, penjara masuk ke periode penguncian malam. Pada pukul 18.30, Amy memanggil lagi. Ia terlihat sangat tertekan, menunjukkan ia sedang dalam proses persalinan.

Selama satu jam berikutnya, seorang staf berbicara dengan Amy melalui pintu selnya. Tetapi staf kebidanan tak memeriksanya sampai sekitar 19.35 malam. Laporan itu menyalahkan prioritisasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang buruk. Laporan itu mengatakan bahwa kesulitan yang dirasakan Amy pada tahap ini sudah "terdeteksi" dan bahwa ia jelas membutuhkan bantuan.

Tetapi staf perawat hanya bisa berkomunikasi dengannya melalui pintu sel yang terkunci, karena satu-satunya orang dengan kunci selnya adalah seorang staf di gerbang rumah, yang ditempuh dua hingga tiga menit berjalan kaki.

Lima menit kemudian, Amy melahirkan bayinya, sendirian, di dalam sel yang terkunci.

"Staf kebidanan dan sipir mengawasi, dan berusaha mendukungnya melalui celah di pintu tetapi tidak bisa memberikan dukungan fisik," kata ringkasan laporan itu.

"Ini jelas merupakan situasi berisiko tinggi bagi Amy dan anaknya. Ia berada di dalam sel, tidak di lingkungan yang steril, dan tidak ada pemeriksaan perinatal standar untuk ibu dan bayi yang baru lahir tersedia, dan staf tidak akan bisa mengurus pertolongan pertama jika diperlukan," dalam laporan tersebut.

Setelah melahirkan, ia harus menunggu 7-12 menit lagi sebelum petugas dari gerbang tiba dengan kunci. Pencatatan yang buruk berarti laporan itu bahkan tak bisa menunda waktu untuk meminta bantuan. Amy dan bayinya dikirim ke rumah sakit sore itu.

Baca juga: Terinspirasi ISIS, Remaja Ini Dihukum 12 Tahun Penjara

Profesor Morgan mengatakan ia menyelesaikan tinjauan untuk memahami bagaimana rangkaian peristiwa yang "menyedihkan, merendahkan, dan berisiko tinggi bisa terjadi di penjara Australia abad ke-21".

Ia menyimpulkan situasi itu bisa dihindari dan merupakan hasil dari kegagalan sistemik, prosedural dan manusia. Hal itu termasuk infrastruktur yang tidak memadai untuk perempuan pada trimester akhir kehamilan, tak ada tindakan atau respon lambat dari beberapa staf, komunikasi yang buruk, dan proses yang buruk.

Profesor Morgan mengatakan, tidak ada cukup akomodasi untuk perempuan hamil di sistem penjara Australia Barat karena kurangnya perencanaan dan bahwa Amy telah ditempatkan di sel dengan sedikit atau tanpa pertimbangan untuk kebutuhannya. Departemen Kehakiman telah mengakui kondisi itu tak layak, dan sejak saat itu memindahkan napi perempuan di trimester akhir kehamilan di unit lain yang lebih cocok.

"Setiap orang di shift malam pada tanggal 11 Maret sadar bahwa Amy sedang kesakitan dan tertekan setidaknya satu jam sebelum kelahiran. Situasi meningkat tanpa ada yang menyadari bahwa situasi darurat berkembang atau mengambil tindakan yang tepat," kata Profesor Morgan.

Profesor Morgan mengatakan kejadian itu tak bisa dijelaskan, tidak ada yang menelepon nomor darurat sampai setelah bayi itu lahir. Ia juga mengatakan ada kekurangan besar dalam pencatatan insiden itu.

Ia mengatakan, staf tidak melakukan pencatatan panggilan sel, insiden itu awalnya tidak dilaporkan sebagai "kritis" dan bahwa tidak mungkin untuk mencatat jadwal kejadian yang jelas karena pencatatan waktu dan rekaman CCTV tidak disinkronkan.

"Perempuan hamil akan terus ditahan di penjara. Departemen ini memiliki tanggung jawab untuk memastikan kesehatan dan keselamatan ibu dan anak tidak terganggu, bahkan jika sumber dayanya kurang. Tak ada justifikasi tentang apa yang terjadi dalam kasus Amy, dan itu tak boleh terulang," jelasnya.

Baca juga: Tanggapi Keluhan China Soal Media, Eks PM Australia Buka Suara

Departemen tersebut telah meluncurkan peninjauannya sendiri dan mengembangkan rencana tindakan untuk memperbarui kebijakan dan menyediakan proses yang lebih baik untuk merawat dan mengelola perempuan hamil.

Departemen dan Menteri Pemasyarakatan Australia Barat, Fran Logan, telah dihubungi untuk dimintai komentar. Pada saat kejadian, seorang juru bicara Departemen Kehakiman menggambarkan insiden itu sebagai "sangat langka".

"Perempuan hamil secara medis diperiksa ketika diterima di tahanan dan diberikan perawatan dan dukungan pranatal berkelanjutan yang sesuai dengan standar kesehatan di masyarakat yang lebih luas," katanya.

Ia mengatakan kelahiran itu tak terduga dan perempuan tersebut melahirkan segera setelah proses persalinan berjalan.

"Staf bertindak secepat mungkin untuk mengatur kelahiran yang tak terduga," ucapnya.

Penulis :
Noor Pratiwi