
Pantau - Kesepakatan perdagangan baru antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) menuai kritik tajam dari Hussein Askary, Wakil Ketua Institut Sabuk dan Jalur Sutra di Swedia, yang menilai perjanjian tersebut justru menambah beban finansial dan strategis bagi negara-negara Eropa.
Kesepakatan diumumkan pada Minggu (27/7) oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, di mana AS akan memberlakukan tarif dasar sebesar 15 persen atas barang-barang asal UE.
Askary menyebut UE terpaksa menerima "kompromi" yang tidak diinginkan dan merugikan kawasan Eropa.
Tarif dan Komitmen Energi Dinilai Memberatkan Eropa
"Tarif 15 persen masih tinggi bagi perusahaan-perusahaan Eropa yang terbiasa dengan lingkungan perdagangan lebih bebas. Ini adalah kompromi yang bersedia diterima oleh orang-orang, tetapi bukan berarti mereka menyukainya," ungkap Askary.
Sebagai bagian dari kesepakatan, UE juga berkomitmen untuk membeli energi asal AS senilai 750 miliar dolar AS dan melakukan investasi tambahan sebesar 600 miliar dolar AS di Amerika Serikat.
Askary mengkritik bahwa ketentuan tersebut justru mengalihkan prioritas ekonomi Eropa dari sektor-sektor penting domestik ke arah yang tidak menguntungkan.
"Kami mengorbankan aspek-aspek lain dari agenda ekonomi kami, yakni infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan, demi membeli gas cair Amerika yang mahal dan barang-barang lainnya," ujarnya.
Kekhawatiran terhadap Ketidakpastian dan Dampak Jangka Panjang
Menurut Askary, ekonomi seperti Swedia dan Jerman sangat sensitif terhadap ketidakstabilan kebijakan perdagangan, termasuk tarif yang tidak menentu.
"Kami membutuhkan arus barang, jasa, dan modal yang bebas. Itu penting untuk perencanaan jangka panjang, investasi, dan keberlanjutan," tegasnya.
Ia menyimpulkan bahwa strategi perdagangan AS yang tidak dapat diprediksi telah mengganggu stabilitas bisnis transatlantik dan menghambat pertumbuhan ekonomi UE secara keseluruhan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf