Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

China Marah Besar Usai DPR AS Loloskan RUU Tentang Uighur

Oleh Kontributor NPW
SHARE   :

China Marah Besar Usai DPR AS Loloskan RUU Tentang Uighur

Pantau.com - House of Representatives atau DPR Amerika Serikat baru saja mengesahkan undang-undang yang mewajibkan pemerintah Trump untuk memperkuat tanggapannya terhadap Xinjiang, wilayah kamp pengungsi yang berisi lebih dari satu juta Muslim Uighur. Langkah ini membuat China sangat marah.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan bahwa RUU tersebut merupakan tanda bahwa Kongres AS mengambil langkah tersebut untuk melawan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh China terhadap muslim Uighur.

Menanggapi hal tersebut, kementerian luar negeri China mengutuk keras Undang-Undang Uighur tahun 2009 oleh DPR AS, dan mengatakan bahwa rancangan undang-undang (RUU) tersebut secara ceroboh telah mencorengkan upaya China untuk menghilangkan dan memerangi ekremisme pada Rabu (4/12/2019). Dilansir Al Jazeera, Majelis Amerika Serikat memilih untuk mendukung RUU 407 menjadi satu dalam pemungutan suara pada Selasa kemarin. Sebelum disahkan, RUU ini harus disetujui terlebih dahulu oleh Senat baru kemudian diserahkan ke Presiden Donald Trump. Gedung Putih belum mengatakan apakah Trump ajan menandatangani atau memveto RUU tersebut.

"Kami mendesak AS untuk segera memperbaiki kesalahannya, untuk menghentikan undang-undang Xinjiang, untuk berhenti menggunakan Xinjiang sebagai cara untuk campur tangan dalam urusan dalam negeri China," demikian pernyataan dari juru bicara kementerian Hua Chunying.

Baca juga: Infografis Kengerian Kamp Konsentrasi Muslim Uighur di China

The Uighur Act 2019 merupakan aturan yang lebih kuat dari RUU yang sebelumnya sudah diloloskan oleh Senat pada September lalu. Aturan ini juga menyerukan Trump untuk menjatuhkan sanksi untuk pertama kalinya kepada anggota politbiro China, ketika AS dan China berusaha untuk mengakhiri perang dagang.

RUU itu mengharuskan presiden AS mengutuk pelanggaran terhadap umat Islam dan menyerukan penutupan kamp di wilayah Xinjiang, sebelah barat China. 

"Ini dilihat sebagai serangkaian serangan berkelanjutan yang benar-benar bertujuan bukan untuk membebaskan siapa pun atau hak asasi manusia, tetapi untuk memberi tekanan pada China pada negosiasi perdagangan ini," kata analis politik dan penasihat pemerintah yang berbasis di Beijing Einar Tangen kepada Al Jazeera.

"Satu-satunya hal yang dapat disepakati oleh orang-orang dalam politik di Washington adalah China, entah bagaimana, adalah sebuah kerajaan jahat."

Ancaman sanksi

China telah secara konsisten membantah ada penganiayaan terhadap warga Uighur dan mengatakan pusat-pusat yang beroperasi di Xinjiang menyediakan pelatihan kejuruan (Yasin Akgul/AFP)

RUU itu juga menyerukan sanksi terhadap pejabat senior China yang katanya bertanggung jawab dan secara khusus menyebut Sekretaris Partai Komunis Xinjiang Chen Quanguo. Sebagai anggota politbiro, Chen berada di eselon atas kepemimpinan Tiongkok.

Tiongkok secara konsisten membantah ada penganiayaan terhadap warga Uighur. Mereka juga mengatakan kamp-kamp itu menyediakan pelatihan kejuruan. Ia telah memperingatkan pembalasan "secara proporsional" jika Chen menjadi sasaran.

Kemarin, pemimpin redaksi surat kabar Global Times China Hu Xijin mengatakan China mungkin melarang semua pemegang paspor diplomatik AS memasuki Xinjiang, dan Beijing akan mempertimbangkan pembatasan visa pada pejabat dan legislator AS yang berusaha mencampuri masalah Xinjiang.

Baca juga: Melihat Cara Kerja 'Mematikan' Otoritas China Terhadap Muslim Uighur

RUU tentang Xinjiang menyusul dengan undang-undang serupa yang terkait dengan Hong Kong, yang ditanda tangani Trump pekan lalu dalam menghadapi oposisi vokal dari China.

Sebagai tanggapan, China pada awal pekan ini telah melarang kapal-kapal dan pesawat-pesawat militer AS mengunjungi Hong Kong, dan mengumumkan sanksi yang tidak ditentukan terhadap beberapa organisasi non-pemerintah AS.

Analis mengatakan reaksi China terhadap RUU Uighur bisa lebih kuat, meskipun beberapa orang meragukan hal itu akan sejauh memberlakukan larangan visa pada orang seperti Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, seorang kritikus yang kuat terhadap kebijakan Xinjiang China yang telah berulang kali dikecam oleh Beijing.

Penulis :
Kontributor NPW