
Pantau - Geger pernyataan hakim ketua Cokorda Gede Arthana menyinggung pengacara terdakwa Haris Azhar saat sidang kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Kamis (8/6/2023).
Di sela-sela sidang tersebut, pengacara Haris melontarkan pertanyaan kepada Luhut duduk sebagai saksi pelapor. Namun, hakim ketua Cokorda merasa tak mendengar apa yang disampaikan pengacara Haris meskipun sudah menggunakan microphone.
"Ya makanya, saudara yang jelas, pertanyaannya yang jelas. Saudara ini pakai mic," kata hakim ketua Cokorda saat sidang berlangsung kemarin.
"Ini saudara suaranya kan seperti perempuan, gitu lho. Tolong keras sedikit lah. Ganti, ganti," sambungnya.
Sontak perkataan hakim ketua Cokorda dalam sidang itu memantik protes dari para pengacara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Para pengacara tersebut keberatan atas pernyataan hakim ketua Cokorda tersebut.
"Saya keberatan bila majelis mengatakan demikian (suara kayak perempuan). Mohon dicabut, tidak mengatakan suara seperti perempuan," tegas para pengacara saling bersahutan.
"Dicabut majelis. Ada perempuan di sini. Ibu kita semua perempuan," sambung pengacara lainnya.
Pernyataan hakim ketua Cokorda juga membuat Haris Azhar bangun dari duduknya hingga menunjuk-nunjuk majelis hakim.
"Jangan gunakan perempuan untuk menggambarkan sesuatu yang lemah," tegas Haris.
"Yang Mulia, bila Yang Mulia tidak mencabut pernyataan, bisa direkam. Mohon dicatat bahwa ini adalah dugaan pelanggaran etik dan disiplin. Terima kasih," ujar salah satu pengacara Haris Azhar.
Sederet protes tersebut tak lantas membuat hakim ketua Cokorda langsung meminta maaf. Dia pun berkilah mengaku tak menyudutkan sosok perempuan yang dimaksudnya.
"Sebentar, saya tidak mengatakan saudara (Haris Azhar) ini perempuan. Suaranya kayak perempuan. Itu salah? Terlalu lirih. Yang jelas (suaranya), ini didengar, begitu lho," kata hakim ketua Cokorda.
Lalu, siapakah sebenarnya sosok Cokorda Gede Arthana ini?
Cokorda Gede Arthana saat ini berstatus sebaga salah satu hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) sejak November 2022. Sebelumnya ia adalah hakim di PN Surabaya.
Selama bertugas di PN Surabaya, Arthana pernah memvonis bersalah Direktur PT Bank Perkreditan Rakyat Sumber Usahawan, Masudi terkait tindak pidana penggelapan uang nasabah dengan pidana penjara selama satu tahun pada 13 Desember 2022.
Ia juga memvonis bersalah 2 terdakwa kasus korupsi pengadaan tanah SMAN 3 Batu tahun 2014, Nanang Ismawan Sutrisno dan Edi Setiawan dengan pidana penjara 5 dan 6 tahun pada Juli 2022.
Arthana juga pernah memvonis bebas murni seorang pengedar sabu bernama Marjalan alias Jalal Bin Mat Tawi pada 13 Januari 2022.
Padahal jaksa menuntut Marjalan dengan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp1,8 miliar subsider 1 tahun penjara. Sayangnya saat itu, pembacaan putusan yang disampaikan Arthana terdengar tak jelas.
Sebelum bertugas di PN Surabaya, Arthana pernah menjabat sebagai Ketua PN Singaraja, Bali. Pada Oktober 2010, Arthana sempat dilarikan ke RSUD Singaraja karena mendadak mengalami serangan jantung.
Padahal saat itu, ia akan menyidangkan kasus penjualan tanah negara di kawasan Desa Banjar, Buleleng. Akhirnya sidang pun ditunda.
Dalam sidang kasus Haris dan Fatia, Arthana sempat merespons interupsi pengacara Haris soal Luhut yang membawa catatan untuk dibacakan di persidangan. Arthana pun tetap memperbolehkan Luhut membawa dan membuka catatan.
Di sela-sela sidang tersebut, pengacara Haris melontarkan pertanyaan kepada Luhut duduk sebagai saksi pelapor. Namun, hakim ketua Cokorda merasa tak mendengar apa yang disampaikan pengacara Haris meskipun sudah menggunakan microphone.
"Ya makanya, saudara yang jelas, pertanyaannya yang jelas. Saudara ini pakai mic," kata hakim ketua Cokorda saat sidang berlangsung kemarin.
"Ini saudara suaranya kan seperti perempuan, gitu lho. Tolong keras sedikit lah. Ganti, ganti," sambungnya.
Sontak perkataan hakim ketua Cokorda dalam sidang itu memantik protes dari para pengacara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Para pengacara tersebut keberatan atas pernyataan hakim ketua Cokorda tersebut.
"Saya keberatan bila majelis mengatakan demikian (suara kayak perempuan). Mohon dicabut, tidak mengatakan suara seperti perempuan," tegas para pengacara saling bersahutan.
"Dicabut majelis. Ada perempuan di sini. Ibu kita semua perempuan," sambung pengacara lainnya.
Pernyataan hakim ketua Cokorda juga membuat Haris Azhar bangun dari duduknya hingga menunjuk-nunjuk majelis hakim.
"Jangan gunakan perempuan untuk menggambarkan sesuatu yang lemah," tegas Haris.
"Yang Mulia, bila Yang Mulia tidak mencabut pernyataan, bisa direkam. Mohon dicatat bahwa ini adalah dugaan pelanggaran etik dan disiplin. Terima kasih," ujar salah satu pengacara Haris Azhar.
Sederet protes tersebut tak lantas membuat hakim ketua Cokorda langsung meminta maaf. Dia pun berkilah mengaku tak menyudutkan sosok perempuan yang dimaksudnya.
"Sebentar, saya tidak mengatakan saudara (Haris Azhar) ini perempuan. Suaranya kayak perempuan. Itu salah? Terlalu lirih. Yang jelas (suaranya), ini didengar, begitu lho," kata hakim ketua Cokorda.
Lalu, siapakah sebenarnya sosok Cokorda Gede Arthana ini?
Cokorda Gede Arthana saat ini berstatus sebaga salah satu hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) sejak November 2022. Sebelumnya ia adalah hakim di PN Surabaya.
Selama bertugas di PN Surabaya, Arthana pernah memvonis bersalah Direktur PT Bank Perkreditan Rakyat Sumber Usahawan, Masudi terkait tindak pidana penggelapan uang nasabah dengan pidana penjara selama satu tahun pada 13 Desember 2022.
Ia juga memvonis bersalah 2 terdakwa kasus korupsi pengadaan tanah SMAN 3 Batu tahun 2014, Nanang Ismawan Sutrisno dan Edi Setiawan dengan pidana penjara 5 dan 6 tahun pada Juli 2022.
Arthana juga pernah memvonis bebas murni seorang pengedar sabu bernama Marjalan alias Jalal Bin Mat Tawi pada 13 Januari 2022.
Padahal jaksa menuntut Marjalan dengan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp1,8 miliar subsider 1 tahun penjara. Sayangnya saat itu, pembacaan putusan yang disampaikan Arthana terdengar tak jelas.
Sebelum bertugas di PN Surabaya, Arthana pernah menjabat sebagai Ketua PN Singaraja, Bali. Pada Oktober 2010, Arthana sempat dilarikan ke RSUD Singaraja karena mendadak mengalami serangan jantung.
Padahal saat itu, ia akan menyidangkan kasus penjualan tanah negara di kawasan Desa Banjar, Buleleng. Akhirnya sidang pun ditunda.
Dalam sidang kasus Haris dan Fatia, Arthana sempat merespons interupsi pengacara Haris soal Luhut yang membawa catatan untuk dibacakan di persidangan. Arthana pun tetap memperbolehkan Luhut membawa dan membuka catatan.
#perempuan#Sidang Kasus#Haris Azhar#Majelis Hakim#Hakim Ketua#Hakim PN Jaktim#kasus pencemaran nama baik#Cokorda Gede Arthana
- Penulis :
- khaliedmalvino