HOME  ⁄  Lifestyle

Begini Penjelasan Kemenkes soal Hubungan Kasus DBD Naik dengan Nyamuk Wolbachia

Oleh Fithrotul Uyun
SHARE   :

Begini Penjelasan Kemenkes soal Hubungan Kasus DBD Naik dengan Nyamuk Wolbachia
Foto: Ilustrasi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). (Sumber: Freepik)

Pantau - Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Maxi Rein Rondonuwu, menyatakan tidak adanya hubungan antara penyebaran nyamuk ber-wolbachia dengan tingkat keganasan nyamuk Aedes aegypty, penyebab meningkatnya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).

Maxi menyebut karakteristiknya tetap sama, baik itu nyamuk Aedes aegypty di daerah yang telah disebarkan maupun belum disebarkan nyamuk ber-wolbachia.

"Secara keseluruhan karakteristik dan gejalanya sama. Bahkan, tidak ada perbedaan jumlah nyamuk Aedes aegypti sebelum dan setelah wolbachia dilepaskan," kata dr. Maxi dalam keterangan tertulis, Kamis (4/4/2024).

Maxi menjelaskan penelitan yang menggunakan teknologi wolbachia telah dilaksanakan di Kota Yogyakarta selama 12 tahun. Hal itu terbukti efektif menurunkan kasus dbd.

Menurut Maxi, penerapan teknologi tersebut dipastikan aman dikarenakan memanfaatkan bakteri alami wolbachia yang ada pada serangga. Terbukti sejak pertama kali disebarkan pada tahun 2017, nyamuk ber-wolbachia telah berhasil menurunkan angka kejadian dbd sebesar 77 persen dan angka kejadian masuk rumah sakit sebesar 86 persen.

Seperti diketahui, berdasarkan hasil analisis risiko Kemenristekdikti dan Balitbangkes Kemenkes yang melibatkan kurang lebih 20 orang ahli, menilai bahwa pelepasan nyamuk ber-wolbachia memiliki risiko yang sangat rendah.

Maka Maxi meyakini, peluang peningkatan bahaya dari penyebaran Aedes aegypty ber-wolbachia dapat diabaikan dalam kurun waktu 30 tahun ke depan.

"Yang mana dalam 30 tahun ke depan, peluang peningkatan bahaya dari penyebaran aedes aegypti ber-wolbachia dapat diabaikan (negligible)," pungkasnya.

Sebagai informasi, Kemenkes mencatat terjadi penurunan kasus DBD di tahun 2023 dengan 98.071 kasus. Sementara, pada 2022 tercatat ada 143.176 kasus.

(Laporan: Jihan Susmita Dewi)

Penulis :
Fithrotul Uyun

Terpopuler