
Pantau - Persepsi remaja Korea Selatan terhadap pernikahan dipengaruhi oleh status ekonomi keluarga mereka, menurut laporan Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga, seperti dikutip dari The Korea Times Kamis (30/05/2024).
Laporan dari The Youth Comprehensive Survey, yang dirilis pada hari Rabu (29/05/2024) menggarisbawahi bahwa remaja dari rumah tangga berpenghasilan rendah lebih cenderung menganggap pernikahan sebagai hal yang tidak penting dibandingkan dengan remaja dari keluarga berpenghasilan tinggi.
Survei tersebut mengungkapkan bahwa sekitar 69 persen remaja dari rumah tangga dengan pendapatan bulanan rata-rata 2 juta won (sekitar Rp.26 juta) atau kurang menjawab “tidak terlalu” ketika ditanya apakah mereka merasa harus menikah tahun lalu.
Hal ini menandai peningkatan signifikan dalam sentimen negatif terhadap pernikahan di kalangan kelompok pendapatan terendah. Angka tersebut meningkat sebesar 6,5 poin persentase selama tiga tahun, naik dari 62,5 persen pada tahun 2020.
Sebaliknya, sekitar 61,2 persen remaja dari keluarga dengan pendapatan bulanan 6 juta won atau lebih mengindikasikan bahwa mereka tidak menganggap pernikahan sebagai hal yang penting.
Di antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi, 58,9 persen menganut pandangan ini pada tahun 2020, dan sedikit meningkat menjadi 61,2 persen pada tahun 2023. Peningkatan kecil ini menunjukkan adanya perubahan yang tidak begitu terasa dibandingkan dengan perubahan signifikan yang terlihat di kalangan remaja berpendapatan rendah.
Laporan ini juga menyoroti perubahan penting dalam sikap terhadap pernikahan selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2017, 51 persen responden berpendapat bahwa pernikahan itu perlu, dan angka ini kemudian turun menjadi 39,1 persen pada tahun 2023.
Mengingat meningkatnya kekhawatiran sosial mengenai rendahnya angka kelahiran, dan meningkatnya tren remaja yang memandang pernikahan sebagai pilihan, kementerian jender menyarankan agar kita mengkaji ulang strategi untuk mengatasi penurunan angka kelahiran.
Kesenjangan dalam persepsi pernikahan di kalangan remaja pada berbagai tingkat pendapatan sejalan dengan tren “klasifikasi” yang lebih luas dalam pernikahan dan melahirkan.
Menurut laporan Korea Economic Research Institute pada tahun 2022, angka kelahiran di kalangan masyarakat berpendapatan rendah turun sebesar 51 persen antara tahun 2010 dan 2019, sedangkan masyarakat berpendapatan tinggi hanya mengalami penurunan sebesar 24,2 persen.
Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa pekerja di perusahaan kecil dan menengah atau pekerja non-reguler, yang biasanya menghadapi kondisi kerja yang lebih buruk, memiliki kemungkinan lebih rendah untuk menikah dan melahirkan dibandingkan dengan mereka yang bekerja di perusahaan besar dan pekerja tetap.
Sumber: The Korea Times
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Latisha Asharani