
Pantau - Reaksi alergi terjadi saat sistem imun bereaksi berlebihan terhadap zat yang bagi kebanyakan orang tidak berbahaya, seperti debu, bulu hewan peliharaan, dan makanan. Semua zat yang memicu alergi ini disebut alergen.
Sementara itu, stres merupakan respons tubuh terhadap situasi yang menekan fisik, psikis, dan emosional.
Baca : Saat Stres, Begini Cara Menghindari Pembelian Impulsif
Saat kamu mengalami stres, sistem kardiovaskular, pencernaan, imun, saraf, dan lain-lain akan menyesuaikan diri untuk menghadapinya. Stres sebetulnya berguna sebagai mekanisme perlindungan diri.
Saat menghadapi bahaya, otak akan mengirimkan perintah ke kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon stres. Hal ini meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, serta aliran darah ke otak dan otot.
Reaksi stres bermanfaat dalam jangka pendek karena kamu akan menjadi lebih awas terhadap situasi sekitar dan mampu bertindak cepat guna melindungi diri.
Namun, stres yang berulang bisa menyebabkan tekanan darah tinggi, kecemasan, heartburn, hingga kambuhnya alergi. Nah, alergi yang sering kambuh juga dapat menyebabkan stres.
Selain menimbulkan gejala yang sangat mengganggu, alergi dan stres dalam jangka panjang dapat mengganggu konsentrasi, mengacaukan pola tidur, dan membuat tubuh lebih mudah sakit.
Mengutip hellosehat, sebuah penelitian terbaru di Jepang dalam International Journal of Molecular Sciences menunjukkan bahwa keberadaan hormon stres dapat memperparah rinitis alergi.
Rinitis alergi merupakan peradangan dalam hidung akibat paparan alergen. Studi tersebut mempelajari hubungan antara reaksi alergi dan hormon stres pelepas kortikotropin (CRH).
Saat stres, tubuh melepaskan CRH. Hormon ini membantu pelepasan kortisol, hormon stres yang memicu mode fight-or-flight pada tubuh.. Para peneliti menemukan bahwa ketika CRH bekerja, jumlah sel mast ikut bertambah.
Sel mast merupakan sel kekebalan yang bertindak sebagai pertahanan pertama saat zat asing memasuki tubuh lewat kulit atau lapisan lendir (mata, mulut dan lain-lain).
Ketika alergen bertemu dengan antibodi dan menempel pada sel mast, lalu sel mast akan mengeluarkan zat kimia untuk melawannya.
Namun, zat kimia ini juga menimbulkan gejala alergi seperti gatal-gatal, produksi lendir berlebih, dan pembengkakan. Inilah alasan mengapa stres bisa menyebabkan alergi kambuh dan bertambah parah.
Orang yang menghadapi stres jangka panjang juga cenderung lebih sering mengalami kekambuhan alergi.
Selain itu, stres bisa membuat penderita alergi lebih rentan mengalami anafilaksis. Anafilaksis merupakan reaksi alergi parah yang dapat membahayakan jiwa dan perlu penanganan medis darurat.
- Penulis :
- Annisa Indri Lestari