
Pantau.com - Belum lama ini Indonesia dihebohkan dengan kabar calon presiden Prabowo Subianto yang bisa berbicara dan berkomunikasi dengan hewan. Hal ini diungkap salah satu asisten pribadi Ketua Umum Partai Gerindra itu, Rizky Imansyah.
Melalui akun Instagram-nya, Rizky bercerita bahwa hewan peliharan majikannya, seperti Bobby The Cat, kuda, hingga semut langsung dapat mengerti saat mantan Danjen Kopassus berbicara. Contohnya, semut yang pergi dari ikan salmon dalam hitungan detik saat 'dibujuk' Prabowo, karena ia akan menyantap ikan tersebut.
Namun sebenarnya bagaimana medis menyikapi perilaku tersebut. Benarkah ada 'kelainan' atau penyakit yang diidap Prabowo? Karenanya Psikolog Liza Marielly Djaprie M.Si,Psi, SC ikut menyampaikan analisanya saat dihubungi Pantau.com beberapa waktu yang lalu.
Bisakah manusia berbicara dengan selain manusia?
Kalau berbicara, manusia itu makhluk sosial. Sosial itu tidak hanya dengan manusia antar manusia, tapi bisa saja kalau menurut dia dengan binatang yang dia sayangi banget, atau bahkan barang-barang tertentu, payung atau segala macam, memang dia punya hubungan emosi kelekatan hubungan emosi yang cukup kuat, ya bisa saja.
Jadi sebenarnya tergantung kepada kelekatannya dia terhadap objek sih lawan bicara tersebut, karena bagaimanapun kita membutuhkan itu sebagai makhluk sosial.
Baca juga: Tak Hanya Nyamuk dan Semut, Prabowo Juga Bisa Berkomunikasi dengan Ular
Jadi bisa saja seorang 'introvert' misalnya, yang tidak pandai bergaul dengan lingkungan sosial di luar sana, jadi dia lebih banyak berbicara dengan bonekanya. Jadi dia lebih banyak berbicara pada bonekanya misalnya, atau dengan binatangnya, itu mungkin saja.
Jadi ada rasa kelekatan emosi yang cukup kental, padahal hal tersebut bisa terjadi.
Artinya, orang itu cukup 'introvert' (tertutup)?
Belum tentu, bisa saja orang 'ekstrovert' (terbuka) tapi dia dekat sekali kalau di rumah, pulang sama anjingnya, sama kucingnya, bisa saja,
Mungkinkah hewan tersebut memberikan feedback (timbal balik atau menjawab)?
Iya, ketika kita memang sudah lekat secara emosional. Ini berbicara kasus normal, ketika kelekatan kental, biasanya pun anjingnya atau binatang peliharaan apapun misalnya menjawab apa sudah bisa tahu, 'Oh, kamu laper ya?', itu bisa. Atau dari bola mata berubah, dari mimiknya si binatang itu karena memang sudah lekat sekali.
Artinya, masih dalam kategori normal?
Tapi kita tidak bisa menyangkal bahwa dari sisi yang abnormal, bisa saja dia mengalami gangguan halusinasi. Misalnya dia mungkin mengalami gangguan skizofrenia (kelainan mental), itu bisa juga.
Nah jadi kalau bicara soal kasus seperti ini, pertanyaannya harus kita lihat. Apakah pertanyaannya, (atau) ceklisnya, apakah dia mengalami halusinasi dan skizofrenia. Ini harus dilihat dari fungsi sosial lainnya.
Baca juga: Video Sosok Prabowo yang Konon Bisa Berkomunikasi dengan Hewan
Apakah dia masih ceklisnya masih oke (atau) enggak, masih bisa kerja, masih bisa mengurus diri, masih makan teratur, masih mandi, tidur, yang semuanya masih terjalani, semua enggak terganggu. Kalau ke kantor, ke kantor. Kalau sekolah, ya sekolah.
Nah, berarti dia sebenarnya masih manusia normal. Kondisi psikis-nya masih normal, tapi mungkin dia punya kelekatan yang cukup kuat dengan obyek yang disebut tadi.
Bagaimana jika obyek itu hewan yang tidak biasa, seperti semut?
Pertama, harus kita cek memang apakah dia mengalami gangguan halusinasi atau tidak. Kedua, kalau dia tidak mengalami halusinasi dan fungsi-fungsi yang lainnya masih berfungsi dengan baik dan tepat, ya kemungkinan itu jadi kebiasaan dia saja.
Misal, ada kasus di mana dia terbiasa tidak tidur malam, lalu ngelihat ada cicak lewat, dia ajak ngobrol. Tapi sudah, buat dia sebagai selingan saja, itu mungkin juga.
Melihat kasus Prabowo Subianto yang katanya bisa berkomunikasi dengan hewan?
Iya, makanya kita harus melihat juga apakah itu enggak bisa dikatakan khusus Pak Prabowo. Saya enggak bisa katakan dia normal atau tidak normal, karena tentunya sama halnya dengan cek darah, harus ada pemeriksaan terlebih dahulu.
Jadi biasanya ada tuh, kalau mau dilihat lebih detail, dilihat secara psikologi. Ada alatnya untuk menentukan kondisi kejiwaannya, baik atau enggak. Tapi kan ini enggak dites, jadi enggak tahu ya.
Cuma, biasanya kita lihat dari kesehariannya. Dilihat dari perilaku yang lainnya, menyimpang atau nggak, menganggu atau enggak, masih bisa berinteraksi dengan orang lain atau tidak. Apakah kemudian dia juga mengalami gangguan di kehidupan yang lainnya, itu yang kita cek satu-satu biasanya.
Artinya selama komunikasi dan perilakunya masih baik-baik saja, terbilang normal?
Kecuali memang dia sudah punya paham-paham yang misalnya begini, dia percaya bisa bicara dengan kuda atau semut, tapi kemudian kalau itu jadikan patokan yang tidak bisa dibengkokkan (digoyahkan), itu kadang perilaku itu diimbangkan dengan kemampuan berpikir.
Oke lah bisa ngobrol dengan kuda, semut, segala macam. Tapi kalau misalnya semutnya tiba-tiba mengatakan 'Jangan keluar, ada gempa bumi' misalnya. Tapi kan kita harus melibatkan, menyeimbangkannya dengan nalar dan proses berpikir, 'memang ada gempa bumi ya, coba dulu deh lima menit'. Eh ternyata enggak apa-apa, sudah coba keluar.
Nah, kalau dia telan bulat-bulat dan kaku sekali selalu nurut seperti itu, itu menjadi susah biasanya. Jadi bisa enggak orang ini menyeimbangkannya dengan itu (proses berpikir). Itu yang kadang jadi disfungsional (ada kesalahan fungsi berpikir)
- Penulis :
- Rifeni