
Pantau.com - Mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan menyimpan nama Pimpinan KPK yang menerima fasilitas MotoGP Mandalika tempo hari. Publik bertanya-tanya, siapa kira-kira nama yang dimaksud Novel.
Novel menuding ada pimpinan KPK selain Lili Pintauli Siregar yang diduga turut menerima fasilitas terkait MotoGP Mandalika tempo hari.
"Informasinya begitu, bukan cuma Lili. Yang terkait MotoGP itu bukan cuma Lili (yang diduga menerima fasilitas)," ucap Novel, Rabu, 27 April 2022.
Seperti diketahui, pimpinan KPK selain Lili adalah Firli Bahuri selaku ketua, dengan anggota Alexander Marwata, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango. Kelimanya merupakan pimpinan KPK saat ini. Lalu, siapa yang dimaksud Novel? Apakah keempat pimpinan KPK lainnya?
"Nggak, nggak, tapi Dewas sudah tahu itu," ujar Novel.
Perihal ini sendiri sudah ditanggapi anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris serta Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. Mereka berharap Novel melaporkan secara resmi tentang informasi itu, tapi Novel sendiri meragukan terhadap Dewas KPK, apakah hal ini akan ditindaklanjuti.
"Ya itu kebiasaannya Dewas begitu. Dewas itu kebiasaannya seperti itu. Harusnya dia berkepentingan untuk proaktif mencari tahu atau memperkaya informasi yang dia punya, untuk memperjelas. Bukan pasif. Dewas kan sekarang pasif. Selalu begitu," ujar Novel.
"Dewas bila dilaporkan pun, bila tidak ada bukti dengan standar pembuktian pidana, nggak akan direspon. Maka bila nanti dapat bukti yang bisa memenuhi standar pidana, nggak juga kita laporkan ke Dewas, karena Dewas hanya memeriksa masalah etik. Itu pun tidak serius karena memeriksanya sekadar dan enggan beri sanksi serius terhadap pimpinan KPK," imbuh Novel menegaskan.
Novel lantas melihat ke belakang saat dirinya melaporkan dugaan pelanggaran kode etik lainnya yang diduga dilakukan Lili Pintauli. Kala itu Dewas KPK tidak memproses laporannya.
"Ditolak, sanksinya nggak jelas. Kalau gitu ngapain. Kita kan nggak bermusuhan sama orang. Kita sedang melihat ada suatu perbuatan memalukan, ada aparatur negara yang punya kewajiban dan dia kemudian melakukan sebaliknya atau perilaku yang melanggar, tentunya pelanggarannya etiklah, tapi ketika Dewas nggak peduli ya itulah jadi ukuran buat kita. Apakah Dewas ini memang punya kesungguhan untuk melakukan tanggung jawabnya, tugas dan tanggung jawabnya gitu," cecar Novel.
Saat itu, mengenai laporan Novel, Syamsuddin Haris selaku anggota Dewas KPK menyebut laporan itu tidak dapat diproses lebih lanjut karena dinilai belum jelas. Lili saat itu, diduga Novel, melanggar etik karena menjalin komunikasi dengan kontestan Pilkada serentak di Labuhanbatu Utara atau Labura.
"Laporan pengaduan baru diterima Dewas, tapi materi laporan sumir. Perbuatan LPS yang diduga melanggar etik tidak dijelaskan apa saja. Setiap laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik oleh insan KPK harus jelas apa fakta perbuatannya, kapan dilakukan, siapa saksinya, apa bukti-bukti awalnya," kata Syamsuddin.
"Jika diadukan bahwa LPS berkomunikasi dengan kontestan Pilkada 2020 di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), ya, harus jelas apa isi komunikasi yang diduga melanggar etik tersebut," imbuhnya.
Sebelumnya Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memutuskan untuk memberhentikan dengan hormat alias memecat 57 pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 30 September 2021. Satu dari 57 pegawai yang bakal dipecat tersebut yakni, Penyidik Senior nonaktif KPK, Novel Baswedan.
Padahal lima tahun lalu, tepatnya 11 April 2017, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tak pernah menyangka akan mengalami pengalaman pahit dalam hidupnya, karena disiram air keras tepat di wajahnya. Peristiwa tersebut berimbas pada kebutaan di mata kiri Novel. Hingga saat ini aktor intelektual kasus ini belum ditangkap.
- Penulis :
- Desi Wahyuni









