
Pantau - Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang perdana perkara dugaan suap proyek di dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatra Utara dengan terdakwa Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin dan kawan-kawan.
Sidang yang dipimpin Djuyamto mengagendakan pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Zaenal Abidin dan tim kepada lima terdakwa sekaligus.
Kelima terdakwa tersebut adalah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin, Iskandar Peranginangin, Marcos Suryaabdi, Suanda Citra dan Isfi Safitra.
Menurut Zaenal, selaku nupati, Terbit Rencana Perangin Angin telah menerima suap sebesar Rp572 juta dari Muara Perangin Angin pada Juli 2021-Januari 2022.
Muara memberikan Perangin Angin grup Kuala, yakni Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra.
Pemberian atas 11 paket pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan perusahaan milik Muara Perangin Angin.
“Terdakwa I Terbit Rencana Perangin Angin dan Terdakwa II Iskandar Perangin Angin bersama-sama dengan Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra telah menerima uang tunai sejumlah Rp572.000.000,00 (lima ratus tujuh puluh dua juta rupiah) atau sekitar jumlah itu dari Muara Perangin Angin,” ujar jaksa.
Kelimanya didakwa melanggar pasal 12 UU Tipikor atau kedua melanggar pasal 11 UU Tipikor.
"Perbuatan para Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, " ujarnya.
Kedua, Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas dakwaan kelimanya menyatakan mengerti dan tidak akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan.
Sehingga sidang pekan berikutnya langsung mengagendakan keterangan saksi-saksi. (Laporan: Syrudatin)
Sidang yang dipimpin Djuyamto mengagendakan pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Zaenal Abidin dan tim kepada lima terdakwa sekaligus.
Kelima terdakwa tersebut adalah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin, Iskandar Peranginangin, Marcos Suryaabdi, Suanda Citra dan Isfi Safitra.
Menurut Zaenal, selaku nupati, Terbit Rencana Perangin Angin telah menerima suap sebesar Rp572 juta dari Muara Perangin Angin pada Juli 2021-Januari 2022.
Muara memberikan Perangin Angin grup Kuala, yakni Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra.
Pemberian atas 11 paket pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan perusahaan milik Muara Perangin Angin.
“Terdakwa I Terbit Rencana Perangin Angin dan Terdakwa II Iskandar Perangin Angin bersama-sama dengan Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra telah menerima uang tunai sejumlah Rp572.000.000,00 (lima ratus tujuh puluh dua juta rupiah) atau sekitar jumlah itu dari Muara Perangin Angin,” ujar jaksa.
Kelimanya didakwa melanggar pasal 12 UU Tipikor atau kedua melanggar pasal 11 UU Tipikor.
"Perbuatan para Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, " ujarnya.
Kedua, Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas dakwaan kelimanya menyatakan mengerti dan tidak akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan.
Sehingga sidang pekan berikutnya langsung mengagendakan keterangan saksi-saksi. (Laporan: Syrudatin)
- Penulis :
- M Abdan Muflih