
Pantau - Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah mengembangkan budi daya berkelanjutan yang ramah lingkungan untuk menjaga kelestarian ekosistem perairan dan meningkatkan produksi perikanan nasional.
Langkah tersebut mendapat dukungan dari Badan Pangan Dunia (Food and Agricultural Organization/FAO) karena akan berkontribusi pada ketahanan pangan global yang diprediksi terus meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun.
"Salah satu dari strategi Ekonomi Biru KKP adalah pengembangan budi daya ramah lingkungan, khususnya untuk komoditas udang, lobster, kepiting, rumput laut, dan ikan-ikan dengan nilai ekonomi tinggi seperti kerapu dan kakap," ujar Menteri Trenggono dalam pertemuan bilateral dengan Dirjen FAO Qu Dongyu di Roma, Italia, Senin (5/9/2022) sore waktu setempat.
Kebijakan budi daya berkelanjutan ini, sambungnya, juga bertujuan untuk mengurangi kegiatan penangkapan ikan di laut, terutama untuk jenis-jenis ikan tertentu. Dengan demikian nelayan tidak lagi bergantung pada hasil tangkapan sebagai satu-satunya sumber penghasilan, dan populasi ikan di laut tetap terjaga.
Untuk memperkuat kebijakan budi daya berkelanjutan, Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga mendorong penggunaan pakan yang tidak merusak lingkungan dan menggantinya dengan bahan baku nabati. Contoh yang telah dilakukan adalah menggunakan magot sebagai bahan baku pakan.
"Inovasi terus kami lakukan untuk menghadirkan pakan yang ramah lingkungan. Ini sangat penting karena bahan baku pakan saat ini sebagian besar masih bergantung pada hasil laut, sementara tujuan mengembangkan budi daya di antaranya untuk mengurangi tangkapan di laut," pungkasnya.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP, TB Haeru Rahayu, menambahkan dari pengembangan budi daya berkelanjutan tersebut, Pemerintah Indonesia salah satunya menargetkan produksi udang nasional sebanyak 2 juta ton pada tahun 2024. Hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan udang dalam negeri serta pasar global.
"Khusus udang, strategi kami untuk meningkatkan produksi dimulai dari melakukan evaluasi tambak yang ada. Kemudian melakukan revitalisasi tambak tradisional, dan membangun tambak udang modelling berbasis kawasan. Saat ini semuanya sedang berjalan," ungkap Tebe -sapaan TB Haeru Rahayu.
Sementara itu, Dirjen FAO Qu Dongyu mengapresiasi langkah strategis Indonesia mengembangkan budi daya berkelanjutan. Indonesia sebagai negara kepulauan, menurutnya, memiliki sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat besar, begitu juga dengan potensi Sumber Daya Manusia-nya.
Diakuinya, budidaya menjadi masa depan sektor perikanan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara dan juga ketahanan pangan lokal maupun global. FAO memprediksi kebutuhan protein dunia akan meningkat hingga 70% pada tahun 2050 seiring bertambahnya populasi manusia.
"Mari kita bahas lebih lanjut khususnya mengenai budi daya. Isu kelautan sangat luas, tapi budi daya adalah yang utama di sektor perikanan. FAO juga fokus pada aspek ekonomi, dan budi daya utamanya," ungkap Qu Dongyu.
Sebagai informasi, kunjungan Menteri Trenggono ke Roma, Italia dalam rangka menghadiri sidang Committee on Fisheries (COFI) ke-35 yang diselenggarakan oleh Badan Pangan Dunia pada 5 sampai 9 September 2022. Dalam pertemuan tersebut, Menteri Trenggono menjadi ketua delegasi Indonesia.
Langkah tersebut mendapat dukungan dari Badan Pangan Dunia (Food and Agricultural Organization/FAO) karena akan berkontribusi pada ketahanan pangan global yang diprediksi terus meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun.
"Salah satu dari strategi Ekonomi Biru KKP adalah pengembangan budi daya ramah lingkungan, khususnya untuk komoditas udang, lobster, kepiting, rumput laut, dan ikan-ikan dengan nilai ekonomi tinggi seperti kerapu dan kakap," ujar Menteri Trenggono dalam pertemuan bilateral dengan Dirjen FAO Qu Dongyu di Roma, Italia, Senin (5/9/2022) sore waktu setempat.
Kebijakan budi daya berkelanjutan ini, sambungnya, juga bertujuan untuk mengurangi kegiatan penangkapan ikan di laut, terutama untuk jenis-jenis ikan tertentu. Dengan demikian nelayan tidak lagi bergantung pada hasil tangkapan sebagai satu-satunya sumber penghasilan, dan populasi ikan di laut tetap terjaga.
Untuk memperkuat kebijakan budi daya berkelanjutan, Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga mendorong penggunaan pakan yang tidak merusak lingkungan dan menggantinya dengan bahan baku nabati. Contoh yang telah dilakukan adalah menggunakan magot sebagai bahan baku pakan.
"Inovasi terus kami lakukan untuk menghadirkan pakan yang ramah lingkungan. Ini sangat penting karena bahan baku pakan saat ini sebagian besar masih bergantung pada hasil laut, sementara tujuan mengembangkan budi daya di antaranya untuk mengurangi tangkapan di laut," pungkasnya.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP, TB Haeru Rahayu, menambahkan dari pengembangan budi daya berkelanjutan tersebut, Pemerintah Indonesia salah satunya menargetkan produksi udang nasional sebanyak 2 juta ton pada tahun 2024. Hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan udang dalam negeri serta pasar global.
"Khusus udang, strategi kami untuk meningkatkan produksi dimulai dari melakukan evaluasi tambak yang ada. Kemudian melakukan revitalisasi tambak tradisional, dan membangun tambak udang modelling berbasis kawasan. Saat ini semuanya sedang berjalan," ungkap Tebe -sapaan TB Haeru Rahayu.
Sementara itu, Dirjen FAO Qu Dongyu mengapresiasi langkah strategis Indonesia mengembangkan budi daya berkelanjutan. Indonesia sebagai negara kepulauan, menurutnya, memiliki sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat besar, begitu juga dengan potensi Sumber Daya Manusia-nya.
Diakuinya, budidaya menjadi masa depan sektor perikanan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara dan juga ketahanan pangan lokal maupun global. FAO memprediksi kebutuhan protein dunia akan meningkat hingga 70% pada tahun 2050 seiring bertambahnya populasi manusia.
"Mari kita bahas lebih lanjut khususnya mengenai budi daya. Isu kelautan sangat luas, tapi budi daya adalah yang utama di sektor perikanan. FAO juga fokus pada aspek ekonomi, dan budi daya utamanya," ungkap Qu Dongyu.
Sebagai informasi, kunjungan Menteri Trenggono ke Roma, Italia dalam rangka menghadiri sidang Committee on Fisheries (COFI) ke-35 yang diselenggarakan oleh Badan Pangan Dunia pada 5 sampai 9 September 2022. Dalam pertemuan tersebut, Menteri Trenggono menjadi ketua delegasi Indonesia.
- Penulis :
- Firdha Rizki Amalia