Pantau - Tragedi Trisakti yang menjadi peristiwa berdarah pada 25 tahun silam merupakan hal yang tidak boleh dilupakan begitu saja.
Peristiwa yang terjadi pada 12 Mei 1998 itu merenggut empat nyawa mahasiswa Universitas Trisakti, yakni Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie.
Tragedi ini menjadi pemicu terjadinya kerusuhan massal hampir di sejumlah kota-kota besar Indonesia. Masyarakat yang marah menuntut adanya reformasi dari rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Kakak dari Hafidhin Royan, Huda Nurjanti mengaku kedua orang tuanya sempat mengalami stres berat setelah kabar kematian putranya akibat aksi demonstrasi yang terjadi 25 tahun silam.
Terlebih, kedua orang tuanya itu berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah mengabdi selama puluhan tahun, kala itu.
"Harapan kami dan teman-teman yang lain. Kenapa ini bisa terjadi? Siapa yang bertanggungjawab?" ujar Nurjanti sambil menahan air mata.
Senada dengan hal tersebut, ibunda Heri Hartanto, Lasmiyati juga mengaku kecewa dengan pemerintah yang tidak memiliki niat untuk mengungkap kasus ini hingga puluhan tahun lamanya.
"Anak saya di kampus dan ditembak oleh aparat negara. Sampai saat ini negara belum juga bertanggungjawab," keluhnya.
Untuk mengenang kepergian para Pahlawan Reformasi, sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti juga menggelar aksi unjuk rasa bertajuk '25 Tahun Tanpa Kejelasan' di sekitar kampus dan patung kuda, Jumat (12/5/2023).
Dalam aksi ini, para Mahasiswa juga menuntut pemerintah agar mengusut tuntas kasus tersebut karena sudah berlangsung selama 25 tahun dan masih tanpa kejelasan hingga kini.
Selain itu, pihak kampus Universitas Trisakti juga menggelar pameran seni di Museum Tragedi 12 Mei 1998 mulai dari 12 hingga 15 Mei 2023.
Pameran karya lomba poster dan ilustrasi dilaksanakan di lorong selasar antara Gedung M dan Gedung L Kampus A Universitas Trisakti.
Peristiwa yang terjadi pada 12 Mei 1998 itu merenggut empat nyawa mahasiswa Universitas Trisakti, yakni Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie.
Tragedi ini menjadi pemicu terjadinya kerusuhan massal hampir di sejumlah kota-kota besar Indonesia. Masyarakat yang marah menuntut adanya reformasi dari rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Penderitaan keluarga korban
Kakak dari Hafidhin Royan, Huda Nurjanti mengaku kedua orang tuanya sempat mengalami stres berat setelah kabar kematian putranya akibat aksi demonstrasi yang terjadi 25 tahun silam.
Terlebih, kedua orang tuanya itu berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah mengabdi selama puluhan tahun, kala itu.
"Harapan kami dan teman-teman yang lain. Kenapa ini bisa terjadi? Siapa yang bertanggungjawab?" ujar Nurjanti sambil menahan air mata.
Senada dengan hal tersebut, ibunda Heri Hartanto, Lasmiyati juga mengaku kecewa dengan pemerintah yang tidak memiliki niat untuk mengungkap kasus ini hingga puluhan tahun lamanya.
"Anak saya di kampus dan ditembak oleh aparat negara. Sampai saat ini negara belum juga bertanggungjawab," keluhnya.
25 Tahun Tanpa Kejelasan
Untuk mengenang kepergian para Pahlawan Reformasi, sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti juga menggelar aksi unjuk rasa bertajuk '25 Tahun Tanpa Kejelasan' di sekitar kampus dan patung kuda, Jumat (12/5/2023).
Dalam aksi ini, para Mahasiswa juga menuntut pemerintah agar mengusut tuntas kasus tersebut karena sudah berlangsung selama 25 tahun dan masih tanpa kejelasan hingga kini.
Selain itu, pihak kampus Universitas Trisakti juga menggelar pameran seni di Museum Tragedi 12 Mei 1998 mulai dari 12 hingga 15 Mei 2023.
Pameran karya lomba poster dan ilustrasi dilaksanakan di lorong selasar antara Gedung M dan Gedung L Kampus A Universitas Trisakti.
- Penulis :
- Aditya Andreas
