
Pantau - Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) PB HMI meminta DPR RI dan pemerintah untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan (Omnibus Law).
Direktur Eksekutif BAKORNAS LKMI PB HMI Fahmi Dwika Hafiz Triono menilai RUU tersebut tidak berpihak pada kepentingan rakyat, dan belum berorientasi pada perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan publik yang dijamin oleh konstitusi.
"Pelayanan kesehatan adalah pelayanan publik yang lahir sebagai perintah undang-undang. Oleh karena itu, pelayanan publik harus diatur pemenuhannya berdasarkan regulasi yang dibuat oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat," tegas Fahmi dilansir dalam keterangan tertulis, Rabu (14/6/2023).
Dirinya juga menyampaikan, bahwa pihaknya menuntut peningkatan mandatory spending untuk mendukung kualitas pelayanan kesehatan. Ia pun menegaskan perlu ada ruang aspirasi publik dan partisipasi masyarakat yang representatif dalam pembahasan RUU Kesehatan ini.
"RUU Kesehatan Omnibus Law adalah produk hukum yang bermasalah dan minim partisipasi bermakna dari pemerintah dan DPR RI. Kami menyerukan penundaan pembahasan RUU tersebut untuk memberikan ruang bagi aspirasi publik dan partisipasi yang lebih luas dalam menentukan kebijakan kesehatan yang berpihak pada kepentingan rakyat," tutur Fahmi.
Diberitakan juga sebelumnya, Ada Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad, Ketua DPP PPP Bidang Kesehatan Atik Heru Maryant, forum tenaga kesehatan (Nakes), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Menolak RUU Kesehatan Omnibus Law, sebab penyusunan RUU Kesehatan harus transparan dan akuntabel dan melibatkan semua pihak.
Direktur Eksekutif BAKORNAS LKMI PB HMI Fahmi Dwika Hafiz Triono menilai RUU tersebut tidak berpihak pada kepentingan rakyat, dan belum berorientasi pada perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan publik yang dijamin oleh konstitusi.
"Pelayanan kesehatan adalah pelayanan publik yang lahir sebagai perintah undang-undang. Oleh karena itu, pelayanan publik harus diatur pemenuhannya berdasarkan regulasi yang dibuat oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat," tegas Fahmi dilansir dalam keterangan tertulis, Rabu (14/6/2023).
Dirinya juga menyampaikan, bahwa pihaknya menuntut peningkatan mandatory spending untuk mendukung kualitas pelayanan kesehatan. Ia pun menegaskan perlu ada ruang aspirasi publik dan partisipasi masyarakat yang representatif dalam pembahasan RUU Kesehatan ini.
"RUU Kesehatan Omnibus Law adalah produk hukum yang bermasalah dan minim partisipasi bermakna dari pemerintah dan DPR RI. Kami menyerukan penundaan pembahasan RUU tersebut untuk memberikan ruang bagi aspirasi publik dan partisipasi yang lebih luas dalam menentukan kebijakan kesehatan yang berpihak pada kepentingan rakyat," tutur Fahmi.
Diberitakan juga sebelumnya, Ada Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad, Ketua DPP PPP Bidang Kesehatan Atik Heru Maryant, forum tenaga kesehatan (Nakes), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Menolak RUU Kesehatan Omnibus Law, sebab penyusunan RUU Kesehatan harus transparan dan akuntabel dan melibatkan semua pihak.
- Penulis :
- Sofian Faiq